Rupa Perupa Jawa Timur

12 Aug 2016 Perupa Jawa Timur, yang tergabung dalam kelompok Koperjati, kependekan dari Komunitas Perupa Jawa Timur, menyelenggarakan pameran di Jogja Contemporery di Jalan Amri Yahya 1, Kompleks Jogja Nasional Museum, Gampingan, Yogyakarta pada 7-14 Agustus 2016 dengan tajuk “Rupamu, Rupaku, Rupa Indonesia.”

Dalam pameran ini, kita disuguhi rupa-rupa warna. Tema yang dihadirkan berbagai macam rupa, ukuran lukisannya juga berbeda-beda, gaya yang dipilih tidak sama, sehingga dari pameran ini kita akan mendapat ‘wajah rupa’ dari perupa Jawa Timur.

Ada karya-karya yang nuansa surealistiknya kuat, ada yang mengambil naturalis, abstrak, realis dan seterusnya. Yang khas setiap kita melihat pameran bersama, kita akan mendapatkan rupa-rupa kaya perupa, persis seperti pameran karya perupa dari Koperjati ini. Kita seperti diperkaya sekaligus diminta untuk memilih sesuai selera.

Tajuk pameran mengambil tiga kata, yang berawal dari sifat personal, yaitu ‘Rupaku’ kemudian menunjuk relasi ialah ‘Rupamu’, antara kata ‘ku’ dan ‘mu’, bukan hanya perbedaan huruf, melainkan ada jarak, bisa jauh, tetapi saling berinteraksi dan berelasi. Maka, keduanya kemudian bertemu pada kata ‘Rupa Indonesia’. Ini artinya, Rupaku dan Rupamu adalah warga bangsa Indonesia yang saling berinterakasi dan berelasi.

Pameran Koperjati di Yogya ini adalah bentuk dari interaksi antara Rupaku dan Rupamu. Keduanya saling bertemu dalam satu pameran. Kata ‘mu’ tidak selalu menunjuk relasi di luar geografi, sehingga ‘mu’ berarti relasi dari luar Jawa Timur. Tapi ‘mu’ bisa berarti anggota komunitas Koperjati, dan kata ‘ku’ menunjuk individu dari anggota komunitas.

Pameran ini, seperti dikatakan Muit Arsa, ketua Koperjati, untuk membangun jaringan kesenian yang seluasnya dengan berbagai pihak, juga memperkenalkan Jawa Timur, yang juga menjadi salah satu gudangnya seniman berpotensi di negeri ini.

“Dalam pameran ini ada 30 perupa yang ikut dan masing-masing menyajikan aliran yang berbeda-beda. Melalui pameran ini, diharapkan mendapat respon positif dari publik seni rupa di Yogyakarta,” ujar Muit Arsa.

Karya yang menyajikan tema sosial, cukup menarik, lebih-lebih visualnya yang dihadirkan memberi aksentuasi pada penderitaan, tetapi figur orang yang ada dalam situasi seperti itu ekspresinya (malah) tersenyum, setidaknya seperti karya yang berjudul ‘Penantian’. Lukisan ini menyajikan tanah kering, yang pecah-pecah dan tak lagi bisa ditanami, apalagi tidak ada air di sana, tetapi seorang perempuan yang duduk di atas tanah kering itu seperti menikmati.

Ada juga lukisan yang bersahaja, dan diberi judul ‘Guru Bangsa’ visualnya seseorang yang mengenakan pakaian Jawa, meskipun hanya terlihat dari  dada sampai kepala. Wajahnya teduh. Didik Hartono nama perupa ini tinggal di Surabaya memang memiliki spesialisasi melukis figur tokoh.

Karya yang diberi judul ‘Ledek Dance’ karya Ardi Susanti dipadukan dengan baris-baris puisi pada bagian bawah lukisannya. Karena Ardi, selain melukis juga rajin menulis puisi dan sudah menerbitkan antologi puisi. Penyair dan perupa dia tempuh secara bersama-sama.

Pameran dari Koperjati yang menghadirkan tajuk ‘Rupaku, Rupamu, Rupa Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian pameran di 6 kota, Yogyakarta salah satunya. Kota-kota lain yang disinggahi, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Bali.

Rangkaian pameran ini sekaligus merupakan cara untuk membentuk jaringan di antara perupa, sehingga Koperjati, setidaknya di enam kota yang disinggahi memiliki kontak-kontak person, dan hal ini merupakan bentuk konkrit dari yang disebut membentuk jaringan. Jadi, pameran karya seni rupa bukan hanya sekadar memajang karya, sekaligus menjalin relasi.

Ons Untoro

Suasana ruang pameran penonton menikmati karya seni rupa Koperjati di Jogja Contemporery, foto: Ons Untoro Salah satu karya yang dipamerkan berjudul ‘Penantian’ karya Masjiko, foto: Ons Untoro Guru Bangsa karya Dodik Hartono dipamerkan di Jogja Contemporery, foto: Ons Untoro SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 20-08-16

    Mangut Beyong di War

    Ada cukup banyak kuliner khas, unik, yang sesungguhnya berangkat dari menu-menu tradisional Jawa. Salah satunya adalah mangut ikan salem (sejenis... more »
  • 20-08-16

    Kisah Kemuliaan Hati

    Judul         : Sita. Sedjarah dan Pengorbanan serta Nilainja dalam Ramayana Penulis       : Imam Supardi... more »
  • 20-08-16

    Ada Tiga Hari Baik P

    Pranatamangsa: mulai 25 Agustus memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, usia 24 hari, sampai dengan 17 September 2016. Candrane: Suta Manut ing Bapa... more »
  • 20-08-16

    Macapatan di Museum

    Sri Sultan Hamengkubuwana II adalah salah satu raja di Yogyakarta yang disegani oleh Belanda di kala itu.  Ia mewarisi sikap ayahnya, yakni... more »
  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »