Jakarta Biennale 2015 Jonas Sestakresna Bangun Instalasi di Atas Sungai Ciliwung

17 Nov 2015

Gelaran seni rupa dua tahunan Jakarta Biennale kembali hadir, mengusung tema Maju Kena Mundur Kena : Bertindak Sekarang. Jakarta Biennale 2015 ingin membingkai suasana bagaimana warga di berbagai daerah terutama di Jakarta bersikap terhadap situasi dan kehidupan masa kini.

Jakarta Biennale 2015 digelar sebagai ajang untuk membaca Jakarta melalui seni rupa, “Jakarta ini dari tahun ke tahun terbangun melalui imajinasi banyak orang dari berbagai suku dan daerah lain. Maka untuk membaca Jakarta masa kini, kita perlu kembali melibatkan seniman dari daerah lain guna menimbulkan dimensi baru tentang Jakarta,” kata Ade Dharmawan, Direktur eksekutif Jakarta Biennale 2015.

Tahun ini Jakarta Biennale akan berlangsung pada 14 November 2015 – 17 Januari 2016 di Gudang Sarinah, Jl.Pancoran Timur II no.4, Pancoran Jakarta. Ada 40 seniman dari Indonesia dan 30 seniman internasional yang diundang. Tak hanya itu, ada tim kurator muda yang dipimpin oleh kurator senior, Charles Esche dari Inggris, tim kurator muda tersebut adalah Anwar ‘Jimpe’ Rachman (Makassar), Asep Topan (Jakarta), Benny Wicaksono (Surabaya), Ira Chantily (Jakarta), Putra Hidayatullah (Aceh), dan Riksa Afianty (Jakarta).

Dengan tema Maju Kena Mundur Kena : Bertindak Sekarang, Jakarta Biennale juga ingin meninjau masa kini, tanpa harus terjebak dalam nostalgia masa lampau dan mimpi-mimpi akan utopia masa depan. Karya-karya yang dikurasi adalah karya yang berfokus pada kondisi ekonomi, sosial, dan emosional masyarakat sekarang di Indonesia.

Jakarta Biennale ingin membingkai bagaimana warga di berbagai kota bersikap terhadap masa sekarang lewat tindakannya. Jonas Sestakresna sudah mempresentasikan karyanya yang menyatukan seni instalasi dengan permainan audiovisual yang berjudul Prehistoric Show, pada Rabu, 11 November 2015 di pinggir Sungai Ciliwung, Condet, Jakarta Timur. Karyanya ini juga akan dipamerkan di Gudang Sarinah, Jl.Pancoran Timur II no.4, Pancoran Jakarta bersama puluhan karya seniman lain.

Bagi Jonas, yang berlatar pendidikan antropologi Prehistoric Show, mengandung nilai dan tujuan yang cukup personal, sesuatu yang ia rasakan sendiri secara langsung. “Rumahku di Bali di pinggir sungai. Tapi, di sana, masih ada beberapa tetangga yang suka buang sampah sembarangan. Daripada aku tegur secara langsung karena takutnya mereka tersinggung, lebih baik aku buat karya seperti ini,” kata Jonas dalam website Jakarta Biennale tentang karyanya.

Di atas Sungai Ciliwung menjadi tempat di bangunnya proyek ini. Daerah tersebut sesuai dengan tema yang hendak ia usung. “Condet tempatnya di pinggir sungai juga, jadi mirip dengan suasana rumahku di Bali. Instalasinya aku buat dengan arsitektur sederhana untuk orang di bantaran sungai, seperti rumah pohon,” jelas Jonas.

Instalasi berbentuk menara ini terbuat dari bambu yang diambil di Jakarta, dengan diameter 4 meter dan tinggi 2,5 meter. Ada kemungkinan para pengunjung akan bisa menaiki menara itu dan melihat pemandangan dari atas. Menara tersebut juga akan ditutup kain sehingga bisa dipakai untuk memproyeksikan cahaya dan animasi yang akan ditampilkan.

Lewat Prehistoric Show, Jonas ingin menuturkan cerita umat manusia dari zaman prasejarah sampai era teknologi, melalui proyeksi cahaya dan animasi dengan iringan musik. Sampai sejauh ini, proyek instalasi seni multimedia ini telah empat kali dipertunjukkan di Bali.

Konsepnya sudah Jonas susun sejak 2000, berdasarkan riset xenoarchaeology (cabang studi arkeologi yang spekulatif), yang berfokus pada campur tangan “alien”, alias pihak-pihak yang tidak bisa diverifikasi kepastian dan keberadaannya, dalam sejarah peradaban manusia.

Prehistoric Show merekonstruksi kehidupan prasejarah lewat media dan seni. Tujuannya adalah untuk mengingatkan, bahwa dulu manusia hidup hanya mencari kebutuhannya saja. Kalau sekarang, manusia hidup kan butuh teknologi, mengeluarkan sampah. Coba kalau hewan, kan nggak begitu,” sambungnya.

Selain itu, Prehistoric Show jugalah suatu bentuk refleksi dari pemahaman Jonas akan sifat-sifat spiritual yang ada di bumi. Sungai merupakan salah satu ‘wadah’ air, dan air secara universal dipahami sebagai sumber kehidupan. “Di agama-agama saja air disebutkan, misalnya di Hindu, Kristen, Katolik,” kata Jonas.

Karya Jonas cukup menarik banyak perhatian warga, terutama yang dapat melihat dari atas jembatan gantung tepat di atas kali tempat karya Jonas dipamerkan. Tepat pukul 20.30, selama kurang lebih 45 menit Jonas menampilkan karyanya yang merupakan perpaduan seni instalasi dan audiovisual.

Jonas tak sendiri, dalam karyanya ia dibantu teman-temannya, ada animator, visual jockey, musisi yang membuat musik elektronik dan etnik agar sesuai dengan penuturan ceritanya, para penari dan tim sound enginer dari Jakarta.

Pada pembukaan Jakarta Biennale 2015 pada Sabtu, 14 November 2015, selain ada puluhan karya seni, ada juga pertunjukan musik dari DJ Irama Nusantara, White Shoes and The Couples Company dan Sentimental Moods. Selain sejumlah pameran dan proyek seni rupa di ruang kota, Jakarta Biennale juga menyelenggarakan berbagai program pendukung seperti seminar, workshop, edukasi publik, dan panggung pertunjukan untuk seluruh warga Jakarta dan dunia.

Natalia S
Foto: Rosiana

Jakarta Biennale 2015, Jonas Sestakresna Bangun Instalasi di Atas Kali Ciliwung Jakarta Biennale 2015, Jonas Sestakresna Bangun Instalasi di Atas Kali Ciliwung Jakarta Biennale 2015, Jonas Sestakresna Bangun Instalasi di Atas Kali Ciliwung Jakarta Biennale 2015, Jonas Sestakresna Bangun Instalasi di Atas Kali Ciliwung Jakarta Biennale 2015, Jonas Sestakresna Bangun Instalasi di Atas Kali Ciliwung SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 21-11-15

    Ngayogjazz 2015 Mere

    Ngayogjazz diselenggarakan pada hari Sabtu Wage, 21 November 2015, di Desa Pendowoharjo, Sleman, Yogyakarta, mulai pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB.... more »
  • 21-11-15

    Pentas Baca Godlob N

    SuguhanTeater STEMKA di Pendapa Tembi Rumah Budaya malam itu memukau penonton yang berjubel di seputaran pendapa hingga halaman depan, kanan, dan... more »
  • 20-11-15

    Kirab Merti Kali Boy

    Merti Kali Boyong ini juga merupakan bagian dari ungkapan kegelisahan masyarakat terhadap pembangunan di Kabupaten Sleman yang mulai merambah... more »
  • 20-11-15

    Mahasiswa Berlatih W

    Tema kegiatan ini ‘Witing Tresna Jalaran Saka Kuliner’, yang merupakan plesetan pepatah Jawa, 'Witing Tresna Jalaran Saka Kulina'. Mungkin maksud... more »
  • 20-11-15

    Bupati Wates Dirawat

    Jiwanya tidak tertolong, karena mungkin sakitnya sudah parah sebelum dibawa ke rumah sakit ini. Berita wafatnya bupati Adikarto tersebut terekam di... more »
  • 19-11-15

    Sardono’s Restrospec

    Tokoh tari kotemporer Indonesia ini memodernkan tari tradisi dan berhasil mengenalkannya ke dunia internasional. Melalui pagelaran budaya... more »
  • 19-11-15

    Membuka Peninggalan

    Buku ini membahas berbagai peninggalan abad VIII-X, perbedaan yang ada antara yang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta lokasi ditemukan... more »
  • 19-11-15

    Cetakan Kue Carabika

    Cetakan kue carabikan termasuk alat dapur tradisional masyarakat Jawa yang dipakai terutama jika punya hajatan, seperti pernikahan (mantu), kelahiran... more »
  • 18-11-15

    Sebaran Batu Lumpang

    Ada relatif banyak lumpang batu yang ditemukan di Bantul. Sebagian diamankan di Museum Purbakala Pleret, namun sebagian lagi masih tersebar di... more »
  • 18-11-15

    Bibit-bibit baru Pem

    Jumlah film yang masuk ke panitia Kompetisi Film Pendek ada 183 buah. Karya-karya tersebut, 70% berasal dari luar Jakarta. Film-film tersebut... more »