Go Green di Tembi Rumah Budaya

29 Jun 2015 Pameran karya C Roadyn Choerodin yang berlangsung dari 12 Juni sampai 12 Juli 2015 ini menghadirkan tajuk ‘The Circle’. Karya yang berjudul ‘Go Green' menyajikan sebuah sepeda motor, yang seluruhnya berwarna hijau, dan disertai gelembung-gelembung. Warna hijau dari karya Choerodin inilah yang ditandai sebagai go green.

Bermacam tanaman memang mudah ditemukan di area Tembi Rumah Budaya. Bahkan, bangunan Tembi dikelilingi sawah, dan nuansa hijau menyertai setiap langkah di area Tembi, yang berada di Bantul. Tetapi, ‘Go Green’ kali ini bukan soal tanaman di area Tembi itu, melainkan satu pameran seni rupa di ruang pameran Tembi Rumah Budaya, yang salah satunya ada karya berjudul ‘Go Green.’

Pameran karya C Roadyn Choerodin yang berlangsung dari 12 Juni sampai 12 Juli 2015 ini menghadirkan tajuk ‘The Circle’. Karya yang berjudul ‘Go Green' menyajikan sebuah sepeda motor, yang seluruhnya berwarna hijau, dan disertai gelembung-gelembung. Warna hijau dari karya Choerodin inilah yang ditandai sebagai go green.

Semua karya Choerodin yang dipamerkan memang dilengkapi dengan gelembung-gelembung, yang oleh Mikke Sutanto, kuratornya, disebut sebagai ‘circle’. Gelembung memang berbentuk bulat, dan memenuhi seluruh kanvas, sehingga setiap obyek yang dimunculkan, temasuk wajah diri pelukisanya, tidak lepas dari gelembung.

Gelembung- gelembung kecil yang memenuhi setiap kanvas itu menyerupai sebuah permainan gelembung yang menggunakan sabun dan air sebagai bahan bakunya. Keduanya dicampur menjadi satu dan kemudian menggunakan pipa kecil ditiup dan akan mengeluarkan gelembung-gelembung.

Namun, Choerodin tidak sedang bermain gelembung dengan bahan baku sabun dan air, melainkan dia sedang melakukan eksplorasi pada karyanya dan gelembung-gelembung merupakan bentuk dari eksplorasi yang dipilih, sehingga setiap melihat karya seni rupa, yang seluruh kanvasnya dipenuhi gelembung, dan menutupi obyek, itu adalah karya  Choerodin.

Jadi, Chodrodin sedang mencari identitas dari karyanya, dan tanda dari identitas itu berupa gelembung kecil-kecil yang memenuhi seluruh karyanya. Pada gelembung ini, kalau dalam seni lukis batik kita bisa mengenali apa yang disebutnya sebagai ‘cecek: suatu proses yang rumit memberi tanda pada karya seni lukis dengan bentuk ini.

“Saya memang mencoba melakukan eksplorasi untuk menemukan pola karya saya, dan dengan sendirinya saya meninggalkan pola sebelumnya,” kata Choerodin.

Dari segi teknik, karya-karya Choerodin memang menarik. Visual dari karyanya bisa dilihat jelas, tetapi ditambahi gelembung-gelembung sebagai narasi, sehingga satu karya yang berjudul “Me’ misalnya, yang menyajikan wajah dirinya dalam posisi tidak utuh, hanya terlihat wajahnya dan sedikit bahunya serta mengenakan pakaian Jawa, tapi orang segera mengenalinya.  

Atau juga karya yang diberi judul ‘Dance Legacy’, wajah topeng dan gerak tariannya seperti diperlihatkan, sehingga terasa sekali karya itu seperti ‘dihidupkan’. Buih-buih yang memenuhi kepala dan tubuh pada gambar ini, seolah seperti hendak menyampaikan sesuatu.

Itulah karya Choerodin, yang mencoba berbicara berbagai hal, dan buih-buih itu, kalau dalam peribahasa kita kenali sebagai omong kosong. Mudah-mudahan melalui karyanya Choerodin tidak sedang berbuih-buih, yang terasa nyinyir tetapi tidak ada maknanya. Tetapi rupanya, buih pada karyanya bukan apa yang kita kenali sebagai berbuih-buih. Melalui karyanya Choerodin sedang berdialog dengan persoalan.

Go Green adalah salah satu contoh, bahwa dia sedang berdialog dengan persoalan lingkungan yang semakin kita rasakan. Atau juga pada satu karya lucu dan terasa innocent, yang diberi judul ‘Menatap Hujan’: seorang bocah mengenakan mantel plastik, dengan wajah ekspresif sedang menatap hujan.

Karya-karya Choerodin,  memberi penegasan bahwa dia sedang melakukan dialog dengan persoalan, walaupun persoalan itu sangat subyektif sifatnya,  tidak harus berupa persoalan sosial.

Ons Untoro
Foto: Sartono

Go Green salah satu judul lukisan karya Choerodin yang dipamerkan di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono C.Roadyn Choerodin bersama istrinya di depan lukisan karyanya berjudul ‘Dance Legacy’ di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 06-07-15

    Kali ini IYSO Bermus

    Ini kali ke-6 IYSO pentas sejak Januari 2015, dan yang ke-4 di Museum Tembi Rumah Budaya. Untuk pementasan kali ini mereka membawakan tema musik... more »
  • 06-07-15

    Perhitungan Tahun Ke

    Di dalam Kitab Primbon Betaljemur Adammakna pada nomor 94 diberi judul ‘Pal Yama,’ yang isinya mengenai tahun keberuntugan dan tahun celaka pada... more »
  • 02-07-15

    Pasar Seni Yogyakart

    Kangjeng Pangeran Aria Adipati Danureja, sang Patih Raja Yogyakarta, yang mempunyai gagasan mendirikan pusat kerajinan itu. Berita tersebut bisa... more »
  • 02-07-15

    Prajurit Ketanggung

    Struktur Prajurit Ketanggung terdiri atas dua oran Panji (Panji Parentah dan Panji Andhahan), dua orang Sersan, seorang pembawa panji-panji dan... more »
  • 02-07-15

    Kursus MC Jawa Tembi

    Sejak tahun 2000 Tembi Rumah Budaya membuka kursus pranatacara (MC) pamedhar sabda (pidato) bahasa Jawa, khususnya untuk upacara perkawinan. Kursus... more »
  • 29-06-15

    Go Green di Tembi Ru

    Pameran karya C Roadyn Choerodin yang berlangsung dari 12 Juni sampai 12 Juli 2015 ini menghadirkan tajuk ‘The Circle’. Karya yang berjudul ‘Go Green... more »
  • 29-06-15

    Lukisan karya murid-

    Dinamakan Gunung Pasar karena menurut sumber setempat di atas puncak gunung ini selalu bergema suara ramai orang seperti di tengah pasar. Suara itu... more »
  • 29-06-15

    Kaligrafi dan Lukisa

    Ketika masuk ke dalam Benteng Museum Heritage, suasana budaya China sangat kental terasa. Pengunjung pun langsung disuguhi karya-karya Edy Widiyanta... more »
  • 29-06-15

    Kajian Menarik tenta

    Serat Angger tersebut memuat tentang hukum material yang terkait hak dan kewajiban subyek hukum. Serat Angger Pradata Awal dan Pradata Akir juga... more »
  • 29-06-15

    Cetakan Roti Tradisi

    Kondisi cetakan roti tradisional koleksi  Museum Tembi masih bagus. Jumlahnya ada 6 buah. Koleksi ini sejak tahun 1999, berasal dari Bapak P... more »