Ekspresi Dari Kota Lumpur dari S Wandhie

04 Apr 2016 Selama satu bulan, terhitung dari 30 Maret – 30 April 2016, perupa dari Sidoarjo, S Wandhie, memajang karya-karyanya di ruang Pamer Tembi Rumah Budaya, Jl. Parangtritis Km 8,5,  Bantul, Yogyakarta dengan tajuk ‘Ekspresi Dari Kota Lumpur’.

Secara khusus S Wandhie tidak melukis lumpur. Atau setidaknya mengeksplorasi lumpur. Dia melangkah agak jauh, menyajikan persoalan sosial, dan lumpur Lapindo hanyalah salah satu dari persoalan itu. Sebagai perupa dia gelisah menyangkut persoalan sosial, dan tentu saja persoalan ekonomi yang menghimpit kehidupan masyarakat. Menghayati persoalan itu, S Wandhie meresponnya melalui karya seni. Rupanya sebagai perupa ia memiliki kepekaan sosial, sehingga dia tidak tergoda pada keindahan.

Karya-karyanya seperti menyuarakan kegelisahan, yang dibungkus estetika. Dengan demikian, meski karyanya merespon gejala sosial, tetapi tidak jatuh pada propaganda. Sebagai seniman S Wandhi mampu menjaga antara ‘bersuara’ dan berkarya seni.

Warna-warna yang digoreskan, terkadang gelap, atau warna samar-samar, seolah seperti hendak menggambar lumpur yang serba kelabu atau kelam. Meskipun visual yang disajikan tidak menunjuk lumpur Lapindo, atau lumpur di Sidoarjo, tapi pilihan warna yang diambil seperti mewakili kegelisahan warga dari Sidoarjo.  Memang warna samar-samar tidak dominan, tetapi kentara sekali dilihat (dan dirasakan).

Sedikitnya, dari warna dan corak pada karyanya, selalu disertai warna kelam, atau bisa disebut sebagai warna lokal, untuk menunjuk persoalan lokal Sidoarjo. Dari warna-warna lumpur itu, tebal atau tipis, dominan atau menyertai setidaknya bisa untuk mengerti, bahwa Wandhi tidak tutup mata terhadap lumpur. Sebagai orang yang tinggal di Sidoarjo, meski mungkin kampungnya tidak terkena lumpur, tapi Wandhi tak bisa lepas dan ikut prihatin terhadap warga korban lumpur Lapindo. Melalui karya seni, dalam hal ini seni rupa, rasa prihatin itu ia ungkapkan, sekaligus menyampaikan suaranya.

Karya-karya Wandhie, dari warna buram yang dia tampilkan, sepertinya sedang menggambar wajah buram bangsa kita. Sehingga wajah buram dari Wandhie sebenarnya adalah wajah buram kita. Melalui persoalan sosial yang dia lihat, dia seperti melihat satu titik dari wajah buram kita, bahwa persoalan sosial itu begitu keras menghimpit. Korban lumpur Lapindo hanyalah salah satu dari sekian banyak bentuk dari masalah sosial. Wandhi mencoba melihat ‘kenyataan’ di sekitarnya dan kemudian menuangkannya ke dalam karya.

Sosok manusia dengan wajah murung, tegang atau mata terpejam, seolah seperti sedang merasakan penderitaan hidup. Wandhi merasakan hal itu, mungkin berawal dari melihat korban lumpur Lapindo, atau melihat kisah-kisah lain yang dia jumpai dan kemudian menggoresnya pada kanvas.

Dari karyanya, Wandhie seperti sedang menyajikan kisah kehidupan manusia dengan simbol-simbol warna, garis dan figur-figur manusia. Betapa persoalan itu begitu menghimpit, sehingga kita bisa melihat visual seorang perempuan di ranjang dalam situasi yang terlihat tidak nyaman. Atau juga, wajah-wajah orang dalam ekspresi yang terlihat tidak bahagia.

Dalam keseharian, kita memang sering menemukan orang hidup dalam kekurangan, di sisi lain ada yang berlebihan. Terkadang juga, kita bisa melihat orang tertawa lepas seolah seperti tidak mempunyai beban hidup. Dari semuanya itu, kita seperti sedang melihat drama kehidupan, yang semuanya sepertinya hanya seolah-olah. Dalam kehidupan yang getir orang masih bisa tertawa lepas, sehingga menderita dan bahagia hanya seolah-olah.

Wandhie melihat ‘kenyataan’ yang dilihatnya, untuk kemudian dia melukis kenyataan itu, dan kemudian menjadi ‘kenyataan’ lain di kanvas. Dari sini orang bisa mempunyai imajinasi atas ‘kenyataan’ yang ada di dalam kanvas, dan orang memiliki pemahaman sendiri mengenai kenyataan, dengan demikian tidak perlu melihat karya seni kemudian mengkonfirmasi terhadap kenyataan yang terjadi.

Dalam kata lain, realitas seni berbeda dengan realitas sehari-hari, tetapi bukan berarti realitas seni itu sepenihnya fiktif, realitas seni itu diciptakan berangkat dari realitas yang dilihatnya. Jadi, seperti sering kita mendengar dari apa yang dikatakan para ahli: Realitas sosial adalah konstruksi.

Wandhie, melalui karya seni rupa membangun konstruksi realitas melalui area seni, yang tidak melepaskan keindahan, dengan demikian kenyataan yang dibangun Wandhi melalui kanvas persis seperti drama di panggung: Ia adalah satu pertunjukan, yang menyajikan kisah persoalan sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

Melalui pameran yang diberi tajuk ‘Ekspresi Dari Kota Lumpur’, rasanya, Wandhie sekaligus meneguhkan, bahwa seniman tidak bisa bebas dari masalah sosial.

Ons Untoro

Seorang pengunjung sedang menikmati lukisan karya S.Wandhie di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, foto: Indra S.Wandhie, perupa dari Sidoarjo yang sedang pameran di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, foto: Indra Suasana pameran S.Wandhi saat pembukan pameran di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, foto: Indra Berteriak, salah satu karya S.Wandhie yang dipajang di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, foto: Indtra SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 15-04-16

    Panyutra, Sejarah Ka

    Sejarah kampung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warga yang menghuninya. Ia menjadi identitas, kebanggan, dan bahkan tali pengikat... more »
  • 15-04-16

    Belajar dari Kegigih

    Nama Dr Sardjito bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, tentu sudah tidak asing lagi. Karena nama itu, sekarang ini dijadikan nama Rumah Sakit... more »
  • 14-04-16

    Upaya Keras Melestar

    Judul    : Upaya Pelestarian Situs Kota Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur 1983 – 1995 Penulis      :... more »
  • 14-04-16

    100 Puisi Yuliani Ku

    Antologi puisi yang diberi judul ‘100 Puisi Yuliani Kumudaswari’ karya Yuliani Kumudaswari, penyair yang tinggal di Sidoarjo, akan di-launching di... more »
  • 14-04-16

    Menu Vegan Serba Seh

    Makan sehat dan nikmat tentu menjadi dambaan semua orang. Nah, untuk bulan April 2016 ini secara khusus Warung Dhahar Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya... more »
  • 13-04-16

    Denmas Bekel 13 Apri

    Denmas Bekel 13 April 2016 more »
  • 13-04-16

    Pameran Keramik Tiga

    Pameran keramik di Tirana House yang berakhir pada 5 April lalu bisa dikatakan sebagai penegasan atas lahirnya sarjana perupa. Perupa yang dihasilkan... more »
  • 13-04-16

    Iqbal, Puisi dan Bio

    Penyair muda penuh bakat ini namanya Iqbal H Saputra, yang biasa dipanggil Iqbal. Lahir di Belitong, 8 November 1989, dan kini tinggal di Yogya.... more »
  • 12-04-16

    Eksplorasi Tanpa Beb

    Berkesenian sejatinya adalah sebuah proses. Penegasan pada proses ini berulang kali disampaikan sejumlah seniman terkemuka, baik sastrawan, pemain... more »
  • 12-04-16

    Bercermin dari Kehan

    Memasuki ruang pamer di Museum Perjuangan Yogyakarta, pertama-tama koleksi yang dihadirkan adalah replika kapal layar VOC, hasil rempah-rempah, dan... more »