Wasti Dalam Dramatic Reading

02 Jun 2016 Lagi-lagi dramatic reading mengambil cerpen sebagai bahan bakunya dipentaskan untuk mengisi acara Studio Pertunjukan Sastra edisi 128, Sabtu malam 28 Mei 2016 di Pendapa Manis Rengga Tjakrowasita, Jalan Tamansiswa, Yogyakarta. Menampilkan cerpen berjudul ‘Wasti’ karya Wahyana Giri MC.

Para pemainnya dan sutradaranya masih muda, dan mereka memang diberi ruang untuk berekspresi. Dramatic reading adalah pilihan yang diambil, karena dengan memilih bentuk seperti itu tak perlu menghafalkan naskah, tetapi cukup membaca teks, bahkan dalam berdialog masing-masing pemain sambil memegang teks.

Dramatic reading (telah) menjadi pertunjukan dan bukan (lagi) sebagai proses latihan. Pada kisah berjudul ‘Wasti’ dramatic reading memang sebagai petunjukan, laiknya pementasan teater. Karena para pemainnya menggunakan make up dan kostum. Berbeda dengan dramatic reading yang sering dipentaskan. Hanya sambil duduk di kursi atau lesehan, sebuah petunjukan dramatic reading bisa dinikmati.

Ada istilah lain yang sering digunakan untuk menggantikan sebutan dramatic reading, ialah pentas baca. Keduanya mengambil bahan yang sama, bisa cerpen, penggalan naskah drama, penggalan novel. Semuanya ditampilkan dengan cara dibaca, tidak dihafalkan.

Wasti, karya Wahyana Giri, yang dipentaskan sebagian besar dimainkan oleh perempuan. Seorang laki-laki yang memerankan, sebut saja, sebagai orang kota, adalah tipikal orang kota kaya tetapi jahat, dan kebaikan yang diberikan pada perempuan lemah, seringkali digambarkan dari desa atau kampung, yang tergiur harta benda.

Dari konteks yang lain, Wasti ingin menyajikan kisah human trafficking, yang dialami oleh perempuan desa dan orangtuanya memaksa pada anaknya untuk mengikuti tawaran orang kota. Jadi, bukan anaknya yang bersedia, tetapi ibunya yang memaksa anaknya. Formulanya normatif, anaknya akhirnya terjerumus dalam apa yang disebut sebagai human trafficking, sebenarnya bukan sepenuhnya salah Wasti, tapi keinginan memaksa ibunya atas anaknya.

Dalam kata lain, human trafficking selalu berkaitan dengan relasi kuasa. Kisah Wasti ini, tampaknya ingin mengangkat banyak peristiwa yang terjadi di Indonesia, terutama menyangkut tenaga kerja wanita. Kisah sesungguhnya seringkali terasa pedih dan menyayat. Tetapi realitas faktual memang berbeda dengan realitas panggung.

Kisah yang tragis dan pedih, pada pertunjukan Wasti, meskipun ada tangis di sana. Ada kekerasan ditampilkan, tetapi pertunjukannya tidak megundang rasa haru. Apalagi diramu dengan musik gamelan, yang iramanya tidak mendukung suasana tragis, sehingga kita melihat peristiwa dalam pertunjukan menjadi terasa lucu, dalam arti kisah duka yang hendak digambarkan terasa menjadi komedial.

Bukan pertunjukannya jelek, memang realitas panggung tidak selalu sama dengan realitas yang terjadi, meskipun teks yang ditulis ingin menggambarkan realitas yang terjadi. Kisah yang terjadi sebagai teks pertama berbeda dengan naskah sebagai teks kedua dan berlainan dengan pertunjukan sebagai teks ketiga.

Masing-masing teks memiliki karakter yang berbeda, dan kita tidak bisa bolak-balik dari teks pertama dan kedua untuk menikmati teks ketiga. Kita memang hanya bisa menikmati pertunjukan sebagai pertunjukan, dan bukan sebagai realitas sesungguhnya, melainkan hanya sebagai pantulan dari teks 1 dan 2.

Ons Untoro

Adegan narator membacakan kisah dan Wasti pulang dari kota sambil membawa anak, foto: facebook Sps Orang kota merayu orang desa untuk pergi mengikuti hidup di kota dalam pertunjukan berjudul Wasti, foto: facebook Sps SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 09-06-16

    Pameran Imaji Wayang

    Wayang telah menjadi bagian dari khasanah kebudayaan nasional Indonesia. Pengaruhnya demikian kuat, bahkan seperti menjadi bagian integral dari... more »
  • 09-06-16

    Putri Daniswari Menj

    Kadipaten Kediri tiba-tiba menjadi geger karena banyak raja dan adipati dari berbagai tempat menyampaikan lamaran kepada Putri Daniswari, putri dari... more »
  • 08-06-16

    Puisi Mengalun di La

    Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, atau yang dikenal dengan sebutan Lapas Wirogunan, letaknya di tengah kota, di Jalan Tamansiswa 6, Yogyakarta.... more »
  • 08-06-16

    Elisha Orcarus Allas

    Pada tahun 2016 ini, untuk pertama kali, Fakultas Seni Pertunjukan jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta meluluskan ‘dalang... more »
  • 07-06-16

    Peringatan Internati

    Peringatan Hari Museum Internasional atau IMD yang jatuh setiap tanggal 18 Mei diperingati oleh Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY dan anggota-... more »
  • 07-06-16

    Aneka Puding Berkhas

    Bulan Ramadan telah tiba. Khusus menyambut bulan suci ini Warung Dhahar Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya menawarkan menu takjil berupa aneka puding... more »
  • 06-06-16

    “Perjuangan Expo 201

    Museum Perjuangan Yogyakarta pada 26—30 Mei 2016 kembali menggelar “Museum Perjuangan Expo” di museum itu yang beralamat di Jl Kolonel Sugiyono 24... more »
  • 06-06-16

    Pameran untuk Memakn

    Liek Suyanto (73) dikenal sebagai aktor teater, pemain sinetron dan pemain film layar lebar. Tapi pada masa mudanya dia pernah belajar di Sekolah... more »
  • 06-06-16

    Komunikasi & Kad

    Judul               : Komunikasi & Kaderisasi dalam Pembangunan Pedesaan Editor... more »
  • 04-06-16

    Geguritan untuk Pemb

    Geguritan, puisi yang ditulis menggunakan bahasa Jawa dibacakan untuk pembukaan pameran wayang, yang diselenggarakan 30 Mei – 12 Juli 2016 di Ruang... more »