Macapat Malam Rabu Pon Putaran ke-145: Kekacauan di Pentas Kentrung

23 Mar 2016 Malam itu, Malam Bulan Purnama. Kangjeng Adipati Wirasaba mengadakan syukuran besar guna memenuhi ‘nadar’ yang pernah diucapkan. Jika istrinya dapat melahirkan dengan lancar dan selamat, baik bayinya dan juga ibunya, ia akan menanggap kentrungan Mas Cebolang yang amat terkenal pada waktu itu. Nadar tersebut diucapkan, karena istri Bupati  yang sudah mengeluarkan banyu kawah atau air ketuban selama tiga hari tiga malam belum juga melahirkan. Hal tersebut yang menjadikan sang Bupati beserta kerabatnya cemas. Maka setelah istri Bupati Wirasaba melahirkan bayi dengan selamat, nadar itu pun dipenuhi.

Menjelang pementasan kentrungan Mas Cebolang, orang-orang di daerah Wirasaba dan sekitarnya berduyun-duyun datang di tempat pertunjukkan. Maklumlah nama Mas Cebolang sedang naik daun di wilayah tersebut. Sang Adipati Wirasaba duduk di kursi pinggir pendapa, di depannya ditata aneka sesaji dan makanan lengkap. Sedangkan di kakan-kiri berjajar para abdi wanita, selir, janda yang cantik-cantik dengan busana indah gemerlap. Setelah semuanya siap, Sang Adipati memerintahkan pentas kentrung segera di mulai.

Pupuh 321, pada 52. Wor swara sru lagu Lêmpang, orêg kang samya ningali, jêjêl riyêl yêl-uyêlan, dhêsêkan pipit pinipit, kèh solah-bawanèki, bungah kang para calimut, cêlêr-cinêlêr ramya, kathah kang kelangan sami, opyak gègèr sakêdhap nora karuwan

53. Suwe-suwe tan rinasa, kelangan pêrlu ningali, jalwèstri carup dhêsêkan, wong kang ndhugal mangarahi, mring wong wadon anggriming, tangan nguyêl-uyêl susu, nalusup, gagap-gagap, gêmbok ginêgêm agêmi, kèh mangkono wênèh têkêm tinêkêman.

Penonton pun tersihir oleh penampilan Mas Cebolang dan kawan-kawan, laki-laki dan perempuan saling berhimpitan, berdesak-desakan, sehingga membuat senang para copet untuk melakukan aksinya. Sebentar kemudian keadaan jadi kacau. Karena diantara mereka banyak yang kehilangan barangnya. Lama-lama tidak terasa diantara laki-laki dan perempuan saling merogoh mencari barangnya masing-masing yang hilang. Dalam suasana seperti itu, orang ugal-ugalan memanfaatkan situasi untuk melancarkan isengnya dengan menggrayangi anggota badan yang tersembunyi dan terlarang.   

Pentas pun semakin seru. Sang Adipati memerintahkan Mas Cebolang untuk mengeluarkan kawannya yang menjadi bintang utama. Nurwitri namanya. Walaupun ia laki-laki, tetapi kecantikannya melebihi wanita. Demikian pula cara menarinya, lebih halus dan lebih luwes dibandingkan dengan penari wanita. Maka tentu saja penampilannya menjadikan penonton semakin histeris dan panas.

Dalam suasana yang panas tersebut, justru sang Adipati Wrasaba menambahkan suhu panas dengan memerintahkan para abdinya untuk bergantian ngibing bersama Nurwitri. Bahkan pada puncaknya Sang Adipati sendiri ikut ngibing, disambut tepuk tangan gemuruh dari para abdinya. Ditengah-tengah suasana yang semakin panas, Jaemanis salah satu selir Adipati ikut ngibing.

70. wontên walanjar satunggal, abdinira ki dipati, pan lagya kagêm sapisan, ing mangkya dipunkasihi, nama pun Jaemanis, akuning wêdana suluh, netra njahit balerah, alandhêp idêp tumêngging, payudara kêngkêng lir mundhu undhuhan

75. Gègèr asru lêng-ulêngan, caruk-caruk ting jarêlih, wor winor nora karuwan, kabrawuk mbok Jaemanis, têlas dèn-balojodi, ambalêjêd bukung widhung, kauyêl ing-akathah, angadêg ki adipati, langkung duka asru mring kawulanira

Para penonton seakan kesurupan, tingkah lakunya semakin brutal. Jaemanis diperlakukan dengan tidak manusiawi. Sang bupati marah besar. Dan pertunjukkan pun dihentikan.

Demikianlah sepenggal kisah dari serat Centhini yang ditembangkan pada acara Macapatan Malem Rebo Pon putaran ke-145 di Tembi Rumah Budaya pada 8 Maret 2016, dengan pemandu Angger Sukisno dan dimeriahkan oleh Group karawitan Larasa Pertiwi dari Candhen Jetis Bantul pimpinan ibu Mardiyem.

Sebuah permenungan bagi para pandemen seni macapat yang hadir pada malam itu. Siapa yang salah atas kerusuhan pentas kentrung malam itu. Penonton? Mas Cebolang dan kawan-kawan? Ataukah Sang Bupati sendiri? Padahal kentrungan Mas Cebolang sesungguhnya sebagainadar puji syukur atas hadirnya ciptaan baru yang lahir dengan lancar dan selamat.

Naskah dan foto:Herjaka HS   

Macapat putaran ke-145 Macapat putaran ke-145 Macapat putaran ke-145 Macapat putaran ke-145 SENI PERTUNJUKAN

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 20-08-16

    Mangut Beyong di War

    Ada cukup banyak kuliner khas, unik, yang sesungguhnya berangkat dari menu-menu tradisional Jawa. Salah satunya adalah mangut ikan salem (sejenis... more »
  • 20-08-16

    Kisah Kemuliaan Hati

    Judul         : Sita. Sedjarah dan Pengorbanan serta Nilainja dalam Ramayana Penulis       : Imam Supardi... more »
  • 20-08-16

    Ada Tiga Hari Baik P

    Pranatamangsa: mulai 25 Agustus memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, usia 24 hari, sampai dengan 17 September 2016. Candrane: Suta Manut ing Bapa... more »
  • 20-08-16

    Macapatan di Museum

    Sri Sultan Hamengkubuwana II adalah salah satu raja di Yogyakarta yang disegani oleh Belanda di kala itu.  Ia mewarisi sikap ayahnya, yakni... more »
  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »