Umi Azzurasantika Penyair Perempuan dari Magelang

11 Jul 2015 Umi begitu setia dengan puisi. Bahkan ia seperti tak bisa dipisahkan dari puisi. Beberapa kali dia tampil membaca puisi dalam acara Sastra Bulan Purnama di Tembi Rumah Budaya. Padahal, tempat tinggal dia dengan Tembi berjarak sekitar 60 km. Umi selalu dengan senang hati mengendarai sepeda motor menuju Tembi dari tempat tinggalnya di Magelang.

Nama depannya mudah diucapkan: Umi. Tapi nama belakanganya seringkali keliru disebut atau dituliskan tanpa menyertakan kata ‘sa’ sehingga tertulis Azzurantika, dan seringkali Umi protes  ketika namanya salah dituliskan sambil mengoreksi namanya ‘Azzurasantika’. Begitulah, Umi Azzurasantika, kelahiran Gunung Kidul 14 Agustus 1980, yang kini tinggal di Magelang.

Umi begitu setia dengan puisi. Bahkan ia seperti tak bisa dipisahkan dari puisi. Beberapa kali dia tampil membaca puisi dalam acara Sastra Bulan Purnama di Tembi Rumah Budaya. Padahal, tempat tinggal dia dengan Tembi berjarak sekitar 60 km. Umi selalu dengan senang hati mengendarai sepeda motor menuju Tembi dari tempat tinggalnya di Magelang.

Setiap kali dia datang ke Tembi untuk kepentingan membaca puisi, Umi selalu tiba sebelum acara dimulai pukul 8 malam. Tidak jarang dia mengajak anaknya untuk melihat ibunya membaca puisi. Selain itu, untuk acara kegiatan sastra di Yogya, Umi selalu dengan senang hati meluangkan waktu untuk datang.

Sehari-hari Umi bekerja sebagai guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Magelang. Dalam kesibukannya sebagai guru, Umi tak berhenti menulis puisi, bahkan bukan hanya puisi, tetapi dia juga menulis cerpen.

“Sudah sejak SMP saya senang menulis puisi,” kata Umi Azzurasantika.

Salah satu antologi puisinya bersama dengan 6 penyair lainnya berjudul “Di Antara Perempuan” sudah di-launching bulan Mei 2015 lalu di acara Sastra Bulan Purnama. Dalam acara ini, Umi Azzurasantika sampai tengah malam berada di Tembi, karena salah satu temannya yang ikut bermain musik untuk mengolah puisinya menjadi lagu, sepeda motornya mogok, sehingga Umi menunggui temannya memperbaiki sepeda motor.

Dalam membaca puisi, Umi selalu mencoba menghidupkan puisi yang dibacakan, baik melalui penghayatan terhadap puisinya, atau mengolah puisi menjadi lagu, termasuk membaca puisi dengan diiringi musik. Artinya, Umi sadar bahwa membaca puisi adalah  satu bentuk pertunjukan, karena itu dia berusaha tampil  sebaik mungkin.

Sekitar 15 puisi karyanya yang tergabung dalam antologi puisi “Di Antara Perempuan,” beberapa diantaranya menyajikan tema protes sosial. Tetapi, puisi protes sosialnya tidak mengepalkan tangan, dan jatuh menjadi sejenis slogan. Protes dalam diri Umi lebih sebagai sindiran, sehingga puisi protesnya tidak teriak-teriak laiknya puisi protes yang sering dibaca di tengah demonstrasi.

Beberapa puisi protesnya berjudul “Wajah Pendidikan Negeri”, “Grasi Tak Perlu Diberi”, “Janjimu Membusuk” dan “Surat Terbuka Untuk Petinggi Partai”. Puisi-puisi ini merupakan sindiran, atau mungkin malah bisa disebut sebagai gugatan, tetapi dengan nada tidak marah.

Meskipun memberi kesan tidak marah, tetapi ada suasana geram dalam puisi-puisi protesnya. Umi, selalu berbicara lembut dan tak pernah meninggalkan senyum, rupanya bisa geram dalam berpuisi.

Ons Untoro

Umi Azzurasantika, penyair dari Magelang yang sering tampil membaca puisi di Sastra Bulan Purnama Tembi Rumah Budaya, foto: facebook Umi Azzurasantika PROFIL

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 21-09-15

    Kata Emha Indonesia

    Emha mengkritisi agar orang tidak begitu saja menelan mentah-mentah apa yang disebut “modernisasi” dari “perkotaan”. Orang harus bersifat selektif... more »
  • 21-09-15

    Fragmen Wayang Orang

    Festival Njeron Beteng 2015 secara resmi diakhiri pada Minggu malam, 13 September 2015 dengan pementasan fragmen wayang wong (orang) dengan lakon... more »
  • 21-09-15

    Layar Terkembang, 33

    Kelahiran BBY bisa dikatakan serba kebetulan. Mungkin juga dalam perjalanannya apa yang dinamakan kebetulan itu terus terjadi. Keberadaan BBY dimulai... more »
  • 19-09-15

    Merti Bakpia 2015 Me

    Grebeg Bakpia ini diawali dengan kirab gunungan bakpia lanang (lelaki) dan gunung bakpia wedok (perempuan). Keseluruhan kue bakpia yang digunakan... more »
  • 19-09-15

    Konser Reog N Roll B

    Konser musik dianggap paling efektif untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Atas dasar itulah Kementerian Pariwisata menggandeng grup... more »
  • 19-09-15

    Nasi Goreng Mafia, S

    Ada beragam menu yang disajikan. Semua dengan nama berbau mafia. Nama-nama sangar ini sekaligus mencitrakan kesan menyengat, pedas, atau panas yang... more »
  • 19-09-15

    Naga Dina Senin Pon

    Pada bulan Besar ini ‘naga tahun’ dan ‘naga jatingarang’ menyatu di utara. Sedangkan tempat ‘naga dina’ berubah-ubah sesuai dengan hari dan pasaran.... more »
  • 18-09-15

    Liputan Majalah Kaja

    Gedung Kesenian Sobokarti dibangun oleh Belanda pada tahun 1930 yang aslinya bernama Volkstheater Sobokarti yang berarti tempat berkarya. Gedung ini... more »
  • 18-09-15

    Terima Kasih Bu Susi

    Acara penutupan pameran ini terasa istimewa karena tidak saja dilakukan oleh menteri, namun juga karena diiringi acara yang relatif lebih banyak dari... more »
  • 18-09-15

    Yogyakarta Night at

    Komunitas anak-anak muda ini telah menunjukkan aksi konkret dalam upaya memperkenalkan dan mencintai museum kepada publik. Dengan acara yang... more »