Triawan Munaf Pilih Benahi Film Lebih Dulu

04 Jun 2015

Mau dibawa kemana ekonomi kreatif ini? Potensinya luar biasa. Mesti ada insentif supaya orang bisa berkarya, dan dibiayai. Jadi film itu yang harus duluan, memang banyak tumpang tindih regulasi di film yang harus dibenahi dulu.

Sejak 26 Januari 2015, Triawan Munaf, musisi era 70-an, yang pengusaha bidang komunikasi, resmi dilantik sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Badan ini merupakan lembaga negara baru yang dulu merupakan bagian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dalam cerita Triawan kepada Tembi, di sela Pameran Retrospektif Komik Indie di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) beberapa pekan lalu, ia mengaku sangat sibuk dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala Badan Ekonomi Kreatif. Ia sedang mengurusi film yang belum selesai, bahkan masih jauh dari selesai.

Ia juga sedang membenahi problem kekayaan intelektual, termasuk undang-undangnya, dan banyak masalah lainnya.”Jadi yang penting saya maunya di tahun saya menjabat ini, beresin dulu fondasinya supaya orang yang menggantikan, bisa bagus gitu ya,” ucap Triawan.

Triawan mengatakan Film Indonesia adalah sektor industri kreatif yang paling penting dan harus dibenahi terlebih dulu karena film bisa memicu perkembangan industri lainnya. "Di film itu semua sektor lain ada. Kalau film itu sebuah lokomotif yang masinisnya satu; dengan lokomotif itu, ditarik gerbong-gerbong yang panjang dan bisa banyak sekali yang bisa masuk. Film itu luar biasa multiplier effect-nya,” kata musisi rocker era 70-an. Ia menyebut, banyak sektor yang bisa diangkat dan dipromosikan dalam film, seperti musik, kuliner, penerbitan. Film yang sukses mengangkat hal-hal tersebut, akan mampu membawa daerah atau negaranya lebih maju, seperti filosofi kopi yang baru-baru saja ditayangkan.

Kalau berbicara mengenai strategi budaya seperti yang dilakukan oleh Jepang dengan Cool Japan-nya yang memiliki 18 industri kreatif sejak tahun 2002, Triawan mengaku Indonesia belum ada strategi, dan ini yang harus dibenahi. “strategi budaya kita mau kemana?,” ujar dia.

Ia memberikan contoh: strategi budaya Prancis jelas ingin mengalahkan Amerika Serikat dalam perfilman. Karena itu dewan film di negara itu membiayai seluruh industri filmnya sebesar 1 miliar dolar AS atau Rp 11 triliun per tahun. Untuk penulis skenario film yang karyanya dianggap bagus, satu karyanya diberi honor Rp 1 miliar. Hasilnya, saat ini, Prancis menjadi pengekspor film internasional nomor dua setelah Amerika.

"Nah kita itu belum ada (strategi). Itu yang saya mau bicara pada budayawan, ekonom, mau dibawa kemana ekonomi kreatif ini? Potensinya luar biasa. Mesti ada insentif supaya orang bisa berkarya, dan dibiayai. Jadi film itu yang harus duluan, memang banyak tumpang tindih regulasi di film yang harus dibenahi dulu,” ucap ayah dari Sherina Munaf ini.

Naskah dan foto: Marcellina Rosiana 
foto: Triawan Munaf

PROFIL

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 21-09-15

    Kata Emha Indonesia

    Emha mengkritisi agar orang tidak begitu saja menelan mentah-mentah apa yang disebut “modernisasi” dari “perkotaan”. Orang harus bersifat selektif... more »
  • 21-09-15

    Fragmen Wayang Orang

    Festival Njeron Beteng 2015 secara resmi diakhiri pada Minggu malam, 13 September 2015 dengan pementasan fragmen wayang wong (orang) dengan lakon... more »
  • 21-09-15

    Layar Terkembang, 33

    Kelahiran BBY bisa dikatakan serba kebetulan. Mungkin juga dalam perjalanannya apa yang dinamakan kebetulan itu terus terjadi. Keberadaan BBY dimulai... more »
  • 19-09-15

    Merti Bakpia 2015 Me

    Grebeg Bakpia ini diawali dengan kirab gunungan bakpia lanang (lelaki) dan gunung bakpia wedok (perempuan). Keseluruhan kue bakpia yang digunakan... more »
  • 19-09-15

    Konser Reog N Roll B

    Konser musik dianggap paling efektif untuk menyampaikan pesan sosial kepada masyarakat. Atas dasar itulah Kementerian Pariwisata menggandeng grup... more »
  • 19-09-15

    Nasi Goreng Mafia, S

    Ada beragam menu yang disajikan. Semua dengan nama berbau mafia. Nama-nama sangar ini sekaligus mencitrakan kesan menyengat, pedas, atau panas yang... more »
  • 19-09-15

    Naga Dina Senin Pon

    Pada bulan Besar ini ‘naga tahun’ dan ‘naga jatingarang’ menyatu di utara. Sedangkan tempat ‘naga dina’ berubah-ubah sesuai dengan hari dan pasaran.... more »
  • 18-09-15

    Liputan Majalah Kaja

    Gedung Kesenian Sobokarti dibangun oleh Belanda pada tahun 1930 yang aslinya bernama Volkstheater Sobokarti yang berarti tempat berkarya. Gedung ini... more »
  • 18-09-15

    Terima Kasih Bu Susi

    Acara penutupan pameran ini terasa istimewa karena tidak saja dilakukan oleh menteri, namun juga karena diiringi acara yang relatif lebih banyak dari... more »
  • 18-09-15

    Yogyakarta Night at

    Komunitas anak-anak muda ini telah menunjukkan aksi konkret dalam upaya memperkenalkan dan mencintai museum kepada publik. Dengan acara yang... more »