Mbah Hardho, Penyair dari Ngawi

06 Apr 2016 Suatu siang, Hardho Sayoko, yang biasa dipanggil mbah Hardho, sampai di Angkringan Tembi Rumah Budaya. Dia hanya mampir setelah bepergian dari suatu tempat.

“Mas Ons ada?” tanya Hardho.

Orang yang dicari  sedang tidak ada di tempat. Dia meneruskan pergi entah ke mana. Kehadiran dia di Tembi secara tiba-tiba, agaknya sebagai upaya untuk mampir, mungkin dia kangen Tembi setelah sekitar 2 tahun lalu dia hadir di Tembi bersama bersama para sastrawan dari Malaysia.

Di kalangan penyair yang lebih muda, dia sering dipanggil mbah (kakek). Maka panggilan ‘mbah Hardho’ melekat padanya, dan rasanya dia menikmati pangggilan itu. Padahal Hardho Sayoko belum terlalu tua. Dia lahir  16 Juli 1955 di Ngawi,  Jawa Timur. Artinya usianya baru 61 tahun. Sebagai orang yang dipanggil ‘mbah’, tetapi penampilannya khas, bukan sebagai seorang simbah.

Mbah Hardho, rambutnya panjang dan sudah banyak yang berwarna putih. Tak pernah ia lepas dari topi, sehingga rambut panjang yang putih selalu ditutupi topi, dan dikucir. Sehingga, walau sudah mulai tua, tapi mbah Hardho tampak muda. Apalagi dia selalu tampak ceria setiap bertemu dengan penyair lainnya, lebih-lebih penyair muda.

Lagi-lagi dia datang ke Tembi Rumah Budaya, dan kali ini khusus datang untuk tampil membaca puisi karyanya di Sastra Bulan Purnama, yang diisi launching antologi puisi Negeri Laut, yang menampilkan 175 penyair Indonesia, termasuk Hardho Sayoka. Dalam antologi puisi Negeri Laut ini ada 4 puisi karya mbah Hardho yang dimuat.

Sebagai penyair, dia memang sering membacakan puisi karyanya di banyak tempat. Dia aktif di sejumlah komunitas penyair yang menerbitkan antologi puisi, misalnya antologi Puisi Menolak Korupsi, yang sering disebut PMK, dan ketika komunitas ini melakukan roadshow dengan membacakan puisi-puisi korupsi di LP Wirogunan, Yogyakarta, mbah Hardho ikut hadir  dan membacakan puisi karyanya.

Ketika Sastra Bulan Purnama edisi ke-54, yang diselenggarakan, Rabu 23 Maret 2016 di pendapa Tembi Rumah Budaya, mbah Hardho hadir. Hujan yang membasahi bulan purnama tidak menyurutkan mbah Hardo melaju ke Yogya dari Ngawi. Penampilannya yang khas, rambut panjang dikucir dan bertopi dengan suara yang serak, dengan segera orang kenal, mbah Hardho.

Di Sastra Bulan Purnama itu, di tengah hujan yang terus mengalir, Hardho Sayoka membacakan dua puisi, salah satu puisi yang dibacakan adalah karyanya yang ada di antologi puisi Negeri Laut.

Selesai acara Sastra Bulan Purnama sekitar pukul 22.30, mbah Hardho masih ngobrol dengan teman-teman penyair lainnya, dan malam itu juga dia langsung pulang ke Ngawi. Rasanya, semangat simbah penyair ini mengagumkan bagi penyair muda lainnya. Dalam usia tak lagi muda, bukan hanya produktif menulis puisi, tetapi ia tidak segan-segan membacakan puisi karyanya, meski harus meninggalkan Ngawi.

Mbah Hardho, tampaknya tak bisa jauh dari puisi, dan hidupnya adalah puisi itu sendiri.

Ons Untoro

Hardho Sayoko, penyai dari Ngawi yang dipanggil mbah Hardho sedang membacakan puisi karyanya di Sastra Bulan Purnama di Pendhapa Tembi Rumah Budaya, foto: dok Tembi PROFIL

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 12-04-16

    Eksplorasi Tanpa Beb

    Berkesenian sejatinya adalah sebuah proses. Penegasan pada proses ini berulang kali disampaikan sejumlah seniman terkemuka, baik sastrawan, pemain... more »
  • 12-04-16

    Bercermin dari Kehan

    Memasuki ruang pamer di Museum Perjuangan Yogyakarta, pertama-tama koleksi yang dihadirkan adalah replika kapal layar VOC, hasil rempah-rempah, dan... more »
  • 12-04-16

    Pameran Seni Rupa Tr

    Tropis: Keragaman Nusantara, itulah tema yang diambil dalam pameran seni rupa bersama angkatan 2014 Pasca-Sarjana ISI Yogyakarta. Pameran... more »
  • 11-04-16

    Sang Anak Pun ikut U

    Dalam pengertian umum foto sering ditempatkan sebagai kesaksian atas satu peristiwa. Lewat foto kita diminta percaya bahwa peristiwa itu benar... more »
  • 11-04-16

    Kesaksian Tentang Le

    Konon letusannya terdengar berkali-kali sampai terdengar di Prambanan. Pagi harinya terjadi hujan abu dan berlangsung selama dua hari. Ketebalannya... more »
  • 10-04-16

    Yoni Karanggede sete

    Yoni di situs Karanggede terletak di Kring Karanggede, Pedukuhan Ngireng-ireng, Kalurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi... more »
  • 09-04-16

    Kamis Wage Pekan Ini

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasepuluh (10), umurnya 24 hari, mulai 26 Maret s/d 18 April. Musim padi tua, burung-burung sedang membuat sarang. Ternak-... more »
  • 09-04-16

    Siswa De Britto Meng

    Dalam kesenian wanita bisa dibilang tema klasik yang selalu menarik dan memikat hati. Kali ini siswa SMA Kolese De Britto yang tergabung dalam De... more »
  • 09-04-16

    Menu Kreatif Belut d

    Rumah makan spesial belut tergolong sangat jarang di Yogyakarta. Biasanya kalau menyebut belut, asosiasi orang terutama ke satu nama, warung pak... more »
  • 08-04-16

    Tahunmas Artroom Mel

    Dunia seni rupa di Yogyakarta yang aktif dan dinamis berkaitan dengan banyak hal. Salah satunya dengan keberadaan galeri. Sejak tahun lalu, di sisi... more »