Gatot Nugroho: Bekerja di Museum Kuncinya Ikhlas

30 Mar 2016 “Bekerja di museum itu kuncinya harus ikhlas,” ungkap Gatot Nugroho.  “Jika kita ikhlas, maka hati kita akan senang. Walaupun keikhlasan kita itu belum tentu dibalas baik oleh pengunjung. Ya, namanya melayani banyak pengunjung, kadang-kadang ada yang cuek, pulang saja tidak pamit, tetapi kadang-kadang ada pengunjung yang baik dan perhatian. Watak yang berbeda itu harus kita terima dengan ikhlas. Jangan kita masukkan dalam hati. Jika itu bisa kita lakukan, maka hati kita akan terus senang dan selalu gembira.”

Gatot Nugroho (48 tahun) adalah salah satu pengelola Museum Memorial Jenderal Besar HM Soeharto (sering kali masyarakat menyebutnya: Museum Pak Harto). Sarjana Peternakan UGM itu sudah mengelola Museum Pak Harto semenjak museum ini berdiri pada 8 Juni 2013. Jabatannya sebagai wakil kepala Museum merangkap humas. Tetapi tidak jarang pula memandu pengunjung yang berasal dari berbagai kalangan, mulai kelompok ibu-ibu PKK, anak-anak PAUD, rombongan veteran, anak-anak sekolah, hingga pejabat negara, termasuk ketika Presiden SBY hadir di museum ini tahun 2013.

Ayah berputra 3 anak ini setiap hari bisa ditemui di Museum Suharto yang terletak di Dusun Kemusuk Lor, Desa Argomulyo, Kecamata Sedayu, Kabupaten Bantul. Orangnya supel dan mudah bergaul dengan siapa pun. Ia bersama dengan pengelola lainnya di museum ini ingin melayani semua pengunjung sebaik mungkin, sesuai dengan keinginan penggagas dan pendiri museum ini, yakni H. Probosutejo. Agar pengunjung bisa belajar sejarah, terutama sejarah Pak Harto beserta perjuangan semasa hidupnya mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Biar pun berkunjung ke Museum Pak Harto gratis alias tidak membayar, bukan berarti pengunjung dibiarkan telantar. Pak Gatot (begitu panggilannya sehari-hari) dan teman-temannya mencoba melayani semaksimal mungkin. Termasuk memberikan panduan dan memberikan fasilitas yang memadai, seperti pendopo yang luas untuk memutar film, adanya parkir yang luas, adanya mushola yang nyaman, dan fasilitas toilet yang bersih. Memang khusus untuk parkir membayar, tetapi itu dikelola oleh warga setempat.

Setiap hari Museum Suharto didatangi ratusan pengunjung. Pada hari libur bisa mencapai ribuan. Dua tahun terakhir saja, yakni tahun 2014 dan 2015,  pengunjung menembus jumlah 250.000 setiap tahun. Namun begitu, Pak Gatot dan teman-temannya setiap hari selalu sigap melayani. Bahkan setiap rombongan yang datang ke sini, dipersilakan untuk menonton film profil Pak Harto yang diputarkan di pendopo. Pengunjung juga bebas membawa makanan dan minuman sendiri. Namun diharapkan, pengunjung juga berperan aktif ikut menjaga kebersihan. Walaupun museum juga sudah menyediakan petugas kebersihan. Selain itu, pengunjung juga bebas mengambil gambar atau foto di sekitar museum maupun koleksi Museum Pak Harto.

Jika ada pengunjung yang hendak menginginkan souvenir maupun membeli oleh-oleh, Pak Gatot telah meminta warga sekitar untuk berjualan souvenir dan oleh-oleh. Pak Gatot berharap warga Kemusuk Lor bisa berjualan sehingga ekonominya meningkat. Pak Gatot juga berharap, warga sekitar mengelola lahannya sendiri untuk menunjang kegiatan di museum. Jangan sampai lahan disewakan kepada pihak luar. Sebab jika disewakan, warga sekitar hanya jadi penonton. Itulah salah satu bentuk tanggung jawab moral Pak Gatot dan Museum Suharto terhadap pemberdayaan warga, agar mereka ikut sejahtera dengan adanya museum ini.

Naskah dan foto:Suwandi 

Profil Gatot Nugroho, Pengelola Museum Suharto Yogyakarta, sumber foto: Suwandi, Tembi PROFIL

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 11-05-16

    Buku Pelajaran Menar

    Java Instituut adalah sebuah lembaga kebudayaan yang berdiri di zaman penjajahan Belanda. Lembaga ini tidak hanya mendirikan Museum Sonobudoyo di... more »
  • 11-05-16

    Membayangkan Yogyaka

    Komunitas Mahasiswa Teknik Perencanaan Kewilayahan Kota, Fakultas Teknik UGM. menyelenggarakan acara yang dinamakan ‘Festagama 2016 Green City Dalam... more »
  • 10-05-16

    Tegoeh Ranusastra As

    Ketika pertama kali Sastra Bulan Purnama digelar di  Tembi Rumah Budaya Oktober 2011, yang menampilkan sejumlah penyair membaca puisi, pada... more »
  • 10-05-16

    Napi LP Wirogunan Be

    Sambil duduk lesehan di tikar, para narapidana di LP Wirogunan, mendengarkan Iman Budhi Santosa, penyair senior Yogyakarta, menyampaikan workshop... more »
  • 10-05-16

    Di Jakarta Namanya K

    Wedang tahu di Yogyakarta dikenal juga dengan nama tahok di Solo. Sedangkan untuk Surabaya menamai jenis makanan ini dengan nama tahua sedangkan... more »
  • 09-05-16

    Bikin Sesaji Supaya

    Judul            : Sesaji Raja Suya Penulis         ... more »
  • 09-05-16

    Wisrawa (4): Sastraj

    Usaha Batara Guru untuk menggagalkan wejangan Sastrajendra baik melalui diri Wisrawa maupun melalui pribadi Sukesi belum berhasil. Jika pun mau... more »
  • 09-05-16

    Sendang Mangunan Dip

    Sendang Mangunan berada di Dusun Mangunan, Kelurahan Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan... more »
  • 07-05-16

    Jumat Pon Jangan Per

    Pranatamangsa: Mangsa Kasebelas atau disebut Desta berakhir pada 11 Mei 2016. Selanjutnya mulai 12 Mei sampai dengan 21 Juni 2016 masuk Mangsa... more »
  • 07-05-16

    Kritik Sosial Teater

    Teater Gadjah Mada Angkatan 2015, Senin malam, 2 Mei 2016 mementaskan lakon Ndog yang merupakan adaptasi dari naskah monolog Putu Wijaya yang... more »