Ages Dwiharso, Guru Adalah Nafas Hidupnya

07 Mar 2016 Beberapa pekan lalu, menjelang senja ditemani secangkir teh hangat serta hujan deras menyelimuti kawasan Palmerah Selatan, Jakarta Barat, Agustinus Sugeng Esti Dwiharso atau biasa dikenal dengan nama Ages dwiharso ini berbagi cerita nya kepada Tembi. Ia menceritakan awal mula dia menjadi guru dan menekuni bidang musik. Guru buat sebagian orang adalah profesi, tetapi buat Ages, guru bagaikan nafas yang ia jalani selama ini. Ages adalah pendiri Taman Suropati Chamber, sebuah komunitas  musik yang bertempat di Taman suropati, Jakarta Pusat.   Lelaki kelahiran Kulonprogo, Yogyakarta, 7 Mei 1970 ini, mendirikan Taman Suropati Chamber (TSC) pada Mei 2007. Semua diawali saat ia diundang untuk menjadi tutor orang-orang Eropa menyosialisasikan  musik keroncong Indonesia di Den Haag tahun 2006. Ia melihat beberapa musisi memainkan musik di salah satu taman kota, dan tiba-tiba terbesit dibenaknya untuk melakukan hal yang sama di Indonesia.    Gagasan ini kemudian direalisasikan Ages bersama teman-temannya. Setiap Minggu mereka berkumpul dan bermain musik di Taman Suropati, hingga akhirnya banyak orang yang menjadikan taman ini tempat berlatih musik. “Sistem ini aku program seperti sekolah musik, jadi ada silabus danhandout, jadi seperti sekolah non-formal tetapi bentuknya komunitas,” kata Ages. Teori didapat dari praktek dan pengalaman. “Jadi ternyata tanpa aku menempuh di bangku kuliah, dan banyak yang tidak diajarkan, namun aku punya [pengalaman], Itu yang aku bagikan ke teman-teman,” jelas Ages. “Taman suropati harus menjadi aset kekayaan intelektual Negara.”    Untuk melengkapi Taman Suropati Chamber dalam melestarikan lagu-lagu daerah serta lagu-lagu nasional termasuk lagu-lagu keroncong, Ages pun membentuk kelompok keroncong Batavia Mood pada tahun 2009. Keseriusan dan kekonsistenan Ages terhadap Taman Suropati pun membawanya mendapatkan berbagai penghargaan seperti Rekor MURI (2010) sebagai kelompok musik pertama di Indonesia yang membentuk kelompok orkes di taman, IVLP (International Visitor Leadership Program) dan mendapatkan kesempatan tur musik di berbagai kota di Amerika (2010).   Jiwa bermusik Ages sudah tertanam sejak kecil. Berbekal musikalitasnya yang tinggi, Ages mampu memainkan beberapa alat musik yang ia pelajari secara otodidak. Ia belajar gitar, kolintang dan karawitan sejak kecil. Pengalaman pernah bersekolah di asrama Katolik juga menambah wawasan bermusik Ages, yang juga mengenalkannya ke beberapa alat musik. Ketertarikannya pada dunia musik, ia habiskan untuk belajar berbagai alat musik. Ages pun mulai menekuni biola yang ia pelajari secara otodidak, kemudian minatnya tersebut ditangkap dan diarahkan oleh pemain biola, Kindar Bakti Nusantara, S.Sn. Sehingga ia bisa menjadi pemain sekaligus pengajar biola.   Sebenarnya Ages dibesarkan dari keluarga yang mencintai musik, ia pun belajar bernyanyi dari bapak dan ibu nya yang aktif di musik gereja. Ketika lulus Sekolah Menengah Pertama, Ages remaja ingin sekali masuk ke Sekolah Menengah Musik (SMM) –sekarang SMKN2 Kasihan, di kota kelahirannya, Yogyakarta. Namun dengan alasan tertentu, ayahnya tidak mengijinkan dan mengarahkannya bersekolah di SPG Van Lith, Muntilan –sekarang SMA Pangudi Luhur Van Lith, untuk menjadi guru.    Kecintaannya terhadap musik, terus membuatnya tidak kehilangan semangat bermain musik. Rasa iri terhadap orang-orang yang beruntung masuk ke sekolah musik, bukan membuatnya kecewa dan putus asa, namun justru menjadi cambuk Ages agar bisa sejajar dengan mereka. “Dari awal belajar musik, warning (peringatan) bapakku, bagaimana mungkin kamu ingin jadi musisi?” cerita Ages.   Namun, sikap ayahnya cepat berubah ketika ia pada tahun 1989, pergi ke Jakarta dan tidak balik lagi ke rumah. “Aku main musik di berbagai negara seperti Australia. Kemudian pulang-pulang bawa uang banyak,” cerita Ages. Ia banyak aktif di dunia musik keroncong. Ia juga menjadi pemain biola di Keroncong Togoe sejak 1994 sampai 2010.    Di Jakarta, Ages juga menjalankan aktivitasnya sebagai guru umum di Sekolah Abdi Siswa tahun 1991. Ketekunan dan gaya mengajar Ages yang unik, telah diperhatikan dan diamati Panoe Banoe (penulis, pemilik STKIP Panoe Banoe), yang sejak lama mengajar di Sekolah Abdi Siswa. Meskipun Ages mengajar sebagai guru umum, namun kepiawaian Ages dalam mengajar dan mengaransemen musik, menjadi perhatian Panoe Banoe. Karena tidak memiliki sertifikasi mengajar di bidang musik, Ages pun mendapatkan kesempatan untuk belajar musik secara formal di sekolah yang didirikan oleh Panoe Banoe; sebagai mahasiswa angkatan pertama di STKIP Panoe Banoe tahun 2005.    Pengalaman pertama Ages mengajar biola pun, justru didapat ketika ia menjadi guru pengganti sementara temannya di Sekolah Bina Bangsa, Jakarta pada tahun 2003. Kepiawaiannya dan cara unik Ages dalam mengajar biola, membuatnya menjadi guru Bina Musika pada tahun 2004-2006.   Didikan dari keluarga guru, ternyata berpengaruh pada cita-cita Ages yang ingin mencerdaskan anak bangsa agar bisa setara dengan dunia internasional. Mimpi Ages pun diuji; ia dihadapkan pada sebuah pilihan yang cukup sulit. Ia ditawari menjadi pengajar gamelan sebuah universitas musik ternama di New York, Amerika, The Julliard School, setelah berbincang-bincang dan menampilkan kepiawainnya memainkan beberapa alat musik gamelan seperti kendang, bonang, gambang dan rebab, di depan mahasiswa dan dosen musik di sana. Tawaran tersebut ia dapatkan ketika sedang menjalankan kegiatan beasiswa leadership selama 6 bulan di Amerika yang ia peroleh dari penghargaan International Visitor Leadership Program (IVLP) dari kedutaan besar Amerika, karena gaya mengajar Ages yang tertangkap CCTV di Taman Suropati.   Masa depan cemerlang karier musiknya ada di depan mata, tapi justru menjadi pilihan sulit bagi Ages. Namun Ages harus memilih. “Kamu masih setia sama mimpimu gak? anak-anak Indonesia harus sejajar dengan bangsa-bangsa lain,” tanya Ages dalam hati. Tak disangka, dengan keyakinan, Ages menolak tawaran besar tersebut. Padahal tawaran tersebut masih terbuka sampai sekarang. Ages ingin anak-anak Indonesia harus sejajar dengan bangsa-bangsa lain, dan ini pun menjadi beban dan tugas Ages sebagai guru.   Saat ini Ages aktif menjadi pembina di Taman Suropati Chamber, mengajar musik di SMA Pangudi Luhur Brawijaya, mengajar orkestra di SMA Tarakanita 1 Jakarta dan SMP Santa Ursula. Ia juga aktif mengajar di berbagai program Bentara Budaya Jakarta dan aktif di berbagai kegiatan musik dan kesenian di Indonesia. Baru-baru saja ia pun telah dipercayai membuat dan mengonsep kesenian untuk Kepulauan Seribu, dan telah disahkan oleh bupati setempat.   Mimpi besar harus diimbangi dengan ketekunan, ketulusan, keseriusan, kekonsistenan meskipun menghadapi jalan yang berliku; menghargai proses dan menjadikan proses adalah sebuah pengalaman; pengalaman dijadikan sebagai guru hidup, dan tugas seorang guru adalah memberi dan mengajar tanpa pamrih. Ages Dwi Harso, adalah salah satu sosok guru yang membuktikan bahwa guru bukan profesi namun nafas dari kehidupan.   Naskah & Foto:Marcellina Rosiana   Ages Dwiharso memainkan gendang Ages Dwiharso di BBJ Palmerah, Jakarta Barat Penampilan Ages saat mendapingi dan memimpin murid-muridnya ketika pentas “Tembang Pemuda Bangsa”, di Bentara Budaya Jakarta PROFIL

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 12-05-16

    Buku Tentang Borobud

    Judul             : Korte Gids voor de Boro-Budur Penulis     ... more »
  • 12-05-16

    Museum Tembi Pamerka

    Museum Tembi Rumah Budaya berperan serta dalam acara “Pameran Bersama 40 Museum,” yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY, di Jogja City Mall... more »
  • 12-05-16

    Denmas Bekel 12 Mei

    Denmas Bekel 12 Mei 2016 more »
  • 11-05-16

    Buku Pelajaran Menar

    Java Instituut adalah sebuah lembaga kebudayaan yang berdiri di zaman penjajahan Belanda. Lembaga ini tidak hanya mendirikan Museum Sonobudoyo di... more »
  • 11-05-16

    Membayangkan Yogyaka

    Komunitas Mahasiswa Teknik Perencanaan Kewilayahan Kota, Fakultas Teknik UGM. menyelenggarakan acara yang dinamakan ‘Festagama 2016 Green City Dalam... more »
  • 10-05-16

    Tegoeh Ranusastra As

    Ketika pertama kali Sastra Bulan Purnama digelar di  Tembi Rumah Budaya Oktober 2011, yang menampilkan sejumlah penyair membaca puisi, pada... more »
  • 10-05-16

    Napi LP Wirogunan Be

    Sambil duduk lesehan di tikar, para narapidana di LP Wirogunan, mendengarkan Iman Budhi Santosa, penyair senior Yogyakarta, menyampaikan workshop... more »
  • 10-05-16

    Di Jakarta Namanya K

    Wedang tahu di Yogyakarta dikenal juga dengan nama tahok di Solo. Sedangkan untuk Surabaya menamai jenis makanan ini dengan nama tahua sedangkan... more »
  • 09-05-16

    Bikin Sesaji Supaya

    Judul            : Sesaji Raja Suya Penulis         ... more »
  • 09-05-16

    Wisrawa (4): Sastraj

    Usaha Batara Guru untuk menggagalkan wejangan Sastrajendra baik melalui diri Wisrawa maupun melalui pribadi Sukesi belum berhasil. Jika pun mau... more »