Tembi

Berita-budaya»EYA, KULIHAT IBU PERTIWI DI Tembi

28 Jul 2011 09:36:00

EYA, 'KULIHAT IBU PERTIWI' DI TembiLagu ‘Ibu Pertiwi’ yang dikenal anak-anak dan acap dinyanyikan disekolah, oleh Eya Grimonia, seorang musisi remaja (16 th), dinyanyikan dengan teknik klasik menggunakan iringan piano dan celo, merupakan ‘closing’ dari pertunjukkan ‘Eya Grimonia’ di Tembi Rumah Budaya Yogya, Selasa malam (26/7).

Lagu yang kalimat awalnya berbunyi ‘Kulihat Ibu Pertiwi” akrab ditelinga hadirin yang hadir di Tembi, tentu saja membuat hadirin yang ‘memadati’ ruang pertunjukkan semakin menikmati pertunjukkan Eya. Terlihat, hadirin seperti tidak mau beranjak dari kursi, meski lagu yang dibawakan Eya Grimonia telah usai. Tepuk tangan dari hadirin, yang tidak berhenti seperti meminta Eya untuk kembali menampilkan lagu lain.

Sebelumnya, sekitar 8 reportar klasik ditampilkan oleh Eya Grimonia, dan semuanya merupakan komposisi berat dan penggemar klasik tidak asing dengan reportoar yang ditanpilkan Eya, misalnya JS Bach, Mozart, Rovelli, CA de Beriot dan lainnya. Untuk mengenalkan secara dekat karya-karya komponis dunia. Eya, sebelum menampilkannya memberikan kisah pada karya komposer tersebut. Narasi pendek pada setiap reportoar yang akan ditampilkan, setidaknya bisa untuk mengajak penonton yang sebagian besar anak-anak muda mengenali.

‘Gigitan laba-laba serigala sering menghantui masyarakat Taranto di Italia dipercaya dapat membawa kematian. Untuk dapat sembuh penderita tersebut harus menari diiringi music yang ritmikal dan berirama cepat. Kisah tarian itu lalu menginspirasi Henryk Wieniawski untuk menciptakan satu karya yang kemudian diberi judul ‘Scherzo Tarantella’. Gerak tari penderita tarantism digambarkan dengan kecepatan dalam memainkan bow dari dekat frag hingga tip dalam irama 6/8” Eya member penjelasan sebelum menampilkan karya WieEYA, 'KULIHAT IBU PERTIWI' DI Tembiniawski.

Pada acara ‘Violon Recital’ ini Eya Grimonial’ tampil ekspresif. Permainan biolanya penuh penghayatan dan konsentrasi yang utuh sehingga kelihatan sekali penguasaan permainan Eya cukup bagus. Suasana tenang di ruang pertunjukkan memberikan support Eya sehingga tidak mengganggu konsentrasinya. Seperti biasa dalam pertunjukkan musik klasik, selesai satu reportoar tepuk tangan hadirin menggema. Pertunjukkan di Tembi Rumah Budaya, selalalu, setiap satu reportoar usai disusul dengan tepuk tangan.

Tidak seluruh penampilan, Eya Grimonia tampil sendirian dengan biolanya, pada penampilan di Tembi Rumah Budaya Selasa malam, itu, Carolina S Yana, ibunya, dalam beberapa reportoar menemani Eya dengan bermain piano. Jadi, keduanya, melakukan kolaborasi antara piano dan biola.

Eya seperti tidak bias lepas dari biola. Kesehariannya dia selalu memegang biola untuk dimainkan. Bahkan dalam setiap hari selama 9 jam di rumahnya, Eya selalu rajin berlatih. Biola bagi Eya seperti ‘belahan jiwa’ yang tidak bias dipisahkan, bahkan secara berkelakar Eya melihat biola seperti pendamping hidupnya.

Sejak usia 5 tahun Eya mulai belajar piano klasik, selain itu, paEYA, 'KULIHAT IBU PERTIWI' DI Tembida saat yang bersamaan ia tertarik dengan alat music biola. Mulai usia 6 tahun, Eya sudah melakuan duet biola dengan artis-artis terkenal seperti Vina Panduwinata, Elfa’s Singer, Padi, Sherina, Ruth Sahanaya. Ha; yang tidak pernah dilupakan oley Eya, bahwa dia pernah berduet dengan maestro biola Idris Sardi di Istana Negara pada acara peringatan Hari Musik Indonesia diiringi ISI orchestra.

Kemampuan klasik Eya terasah lewat permainannya sebagai solois biola termuda di Jakarta Chamber Orchestra, dan satu-satunya wakil Indonesia dalam 12 th Jeunesses Musicales di Bucharest Rumania (International Violin Competition). Selain mengikuti masterclass dengan Prof Ikuyo Nakamura (Japan), Prof Sherban Lupu (USA), Prof Semion Yerosevich (Israel), Eya juga diundang ke Osaka, Japan sebagai sarana untuk lebih meningkatkan persahabatan Indonesia Jepang.

Penampilannya di Tembi pada pertunujukkan ‘Musik Eya Grimonia di Jogja’ mengesankan dan memikat, sehingga terlihat hadirin yang melihat pertunjukkan Eya terpaku memperhatikan permainan biola Eya. Selain hadirin melihat dengan duduk di kursi, tidak sedikit ada yang melihat melali jendak dengan berdiri di luar.

Eya Grimonia, anak remaja (16 th) yang penuh bakat dan mempesona.

Ons Untoro
Foto-foto Sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta