Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali

14 Oct 2009 01:04:00

Perpustakaan

Judul : Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali
Penulis : I Wayan Dibia
Penerbit : MSPI + Art Line, 1999, Bandung
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : xii + 181
Ringkasan isi :

Bali adalah sebuah pulau kecil yang amat kaya akan warisan seni budaya. Ada empat zaman penting dalam sejarah kebudayaan Bali yang telah mewariskan beraneka ragam seni pertunjukan yang hingga kini diwarisi oleh masyarakat Hindu-Bali. Keempat zaman itu adalah Zaman Prasejarah, Bali Kuno, Bali Hindu, dan Bali Baru/Bali Modern. Zaman Prasejarah (diperkirakan abad I sampai abad VIII) telah mewariskan bentuk-bentuk seni pertunjukkan ritual yang bersifat ritual magis yang dipengaruhi unsur-unsur kepercayaan aninisme. Zaman Bali Kuno (abad IX sampai abad XV) melahirkan bentuk-bentuk seni pertunjukan upacara keagamaan (Hindu dan Budha) dan seni tontonan istana. Zaman Bali Klasik (abad XVI sampai abad XIX) mewariskan bentuk-bentuk kesenian klasik yang dipengaruhi oleh tradisi Jawa (Jawa Timur). Zaman Bali Baru/Modern (abad XX) mewariskan bentuk-bentuk seni pertunjukan baru dan inovatif (termasuk pengaruh dari luar/Barat).

Seni pertunjukan Bali hingga kini masih memiliki tempat yang istimewa di kalaangan masyarakat Hindu-Bali. Hal ini disebabkan oleh pentingnya peranan seni pertunjukan dalam berbagai aspek kegiatan sosial dan keagamaan. Di Bali hampir tidak ada upacara adat dan agama yang tidak menyertakan seni pertunjukan.

Berdasarkan fungsi ritual dan sosialnya seni pertunjukan Bali dibagi dua yaitu seni upacara/seni wali dan babali, dan seni tontonan/hiburan/balih-balihan. Seni wali dan babali meliputi jenis-jenis kesenian yang umumnya memiliki nilai-nilai religius, sangat disakralkan karena melibatkan benda-benda sakral. Pementasannya tidak boleh sembarangan melainkan harus pada waktu dan tempat tertentu dan berkaitan dengan upacara ritual. Pagelaran kesenian lebih ditujukan untuk kepentingan upacara daripada menghibur penonton. Seni balih-balihan meliputi jenis-jenis kesenian yang lebih menonjolkan nilai-nilai entertainmen dan estestis, yang pertunjukannya lebih bersifat dan bersuasana sekuler. Dapat dipentaskan kapan dan di mana saja tanpa ada batasan waktu, tempat dan peristiwa yang mengikat.

Berbagai jenis seni pertunjukan ini dalam kurun waktu yang cukup panjang telah mengalamai berbagai perubahan. Perubahan ini menyangkut isi, bentuk, dan tata penyajiannya. Hal ini terjadi karena para seniman dan praktisi seni pertunjukan Bali secara sadar, kreatif dan terus-menerus memasukkan ide-ide baru ke dalam kesenian mereka.

Tari Bali adalah suatu cabang seni pertunjukan yang mengandung serta dijiwai nilai-nilai budaya Hindu Bali. Di dalamnya menyatu gerak-gerak yang mengandung unsur-unsur ritual dan teatrikal masyarakat Hindu-Bali. Berdasarkan karakterisasinya tari Bali dibedakan menjadi tari putra yaitu semua jenis tari yang menampilkan watak laki-laki (bisa ditarikan oleh putra maupun putri) dan tari putri yang menampilkan watak wanita (walaupun dibawakan putra). Tari-tarian putra dibedakan lagi menjadi putra keras/ gagah (seperti tari Baris, Jauk Keras, Trunajaya, Wiranata) dan tari putra alus/manis (seperti Topeng Dalem, Kebyar Duduk, Panji). Tari-tarian putri dibedakan menjadi putri keras (seperti Condong Legong atau Kakan-kakan Gambuh, Limbur, Desak Liku dalam Arja dan Desak) dan putri alus/manis (seperti Putri dalam Gambuh, Galuh dalam Arja). Ada lagi tari-tarian yang mempunyai watak campuran dari atau antara putra dan putri, atau antara keras dan halus seperti Panji Semirang, Mergapati, Tenun yang biasa disebut tari bebancihan. Dari segi koreografi (bentuk dan struktur garapan) dikelompokkan menjadi tari-tarian tunggal (solo), berpasangan (duet), kelompok (group) kecil dan besar dan dramatari. Berdasarkan konteks budaya, usia dan perjalanan sejarah dapat digolongkan menjadi tari klasik/tradisional dan tari kreasi baru. Tari klasik adalah tari yang telah memiliki perjalanan cukup lama, ada yang memiliki pola-pola dan perbendaharaaan gerak yang sudah baku dan pada umumnya lebih mengutamakan nilai-nilai artistik dan ungkapan budaya masa lampau. Tari kreasi baru diciptakan pada masa kini, lebih menekankan pada penampilan ungkapan budaya modern.

Tari-tarian upacara yang dikenal oleh masyarakat Bali secara luas antara lain Rejang, Pendet, Sanghyang, Baris Gede, dan Barong dengan berbagai jenisnya. Di samping itu ada tari-tarian upacara tertentu seperti Gebug Ende, Mresi, Abuang dan Makare-karean, yang hanya dikenal di daerah tertentu. Tari-tarian hiburan/balih-balihan dipentaskan sebagai hiburan bagi masyarakat Bali sendiri maupun wisatawan dengan tujuan menghibur atau sebagai suguhan hasil kreativitas seni berkualitas tinggi. Jenis tari-tarian hiburan yang tergolong klasik tradisional antara lain Telek/Jauk, Topeng, Arja, Wayang Wong; tari yang lebih muda/baru seperti Kekebyaran.

Di samping tari-tarian lepas sejak permulaan tahun 1960-an para pencipta tari di Bali juga menghasilkan sejumlah seni drama tari (sendratari). Sendratari Bali pada hakekatnya adalah hasil kreatifitas para seniman modern melalui penuangan atau pengolahan kembali elemen-elemen seni dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sudah ada, dengan memadukan unsur-unsur pewayangan, pegambuhan, pelegongan dan kekebyaran. Sendratari pada hakekatnya merupakan tarian berlakon yang lebih menekankan penyajian cerita lewat gerak tari dan musik (karawitan). Berdasarkan sumber lakonnya sendratari Bali dapat dibagi tiga yaitu Ramayana, Mababharata dan Babad/Cerita Rakyat.

Di antara pertumbuhan tari-tarian Bali kreasi baru sejak 1970-an muncul tari-tarian baru yang mempunyai ungkapan artistik yang bebas seperti yang terjadi dalam tari modern di Amerika Serikat. Di dalamnya elemen-elemen seni klasik/tradisional dipergunakan secara bebas dan kreatif sesuai rasa estetik individu penatanya. Contohnya Cak Subali-Sugriwa.

Seni karawitan adalah salah satu unsur penting dalam seni pertunjukan Bali. Kesenian ini meliputi seni suara vokal (tembang) dan seni musik instrumental (gamelan) dengan laras slendro dan pelog. Masyarakat Bali membedakan seni suara vokal menjadi empat yaitu sekar rare/tembang rare/anak-anak meliputi berbagai jenis lagu anak yang bernuansa permainan, sekar alit/tembang macapat yang mencakup berbagai jenis tembang yang diikat oleh hukum padalingsa/jumlah baris dan jumlah suku kata, sekar madya/kekidungan yang meliputi jenis-jenis lagu pemujaan, dan sekar agung (kakawin) yang meliputi lagu-lagu berbahasa Kawi yang diikat oleh hukum guru lagu. Sekar rare dan sekar alit lebih banyak dinyanyikan untuk aktifitas pertunjukan sedang sekar madya dan sekar agung dinyanyikan dalam kaitan upacara adat mau pun agama.

Dalam seni instrumental di Bali ada sekitar 30 jenis barungan gamelan yang hingga kini masih aktif dimainkan. Barungan ini terdiri alat musik pukul, tiup dan beberapa instrument petik. Bahannya dari bambu, kayu dan perunggu. Berdasarkan jumlah pemainnya gamelan Bali dapat dibedakan menjadi barungan alit/kecil (dimainkan 4-10 orang), gamelan madya/sedang (dimainkan 11-25 orang) dan gamelan ageng/besar (dimainkan 25 orang atau lebih). Dilihat dari usia dan latar belakang sejarahnya dapat dibedakan tiga zaman yaitu gamelan zaman kuno/tua, gamelan madya/zaman pertengahan dan gamelan baru/zaman sekarang. Gamelan zaman kuno yang diperkirakan telah ada sebelum abad XV pada umumnya didominasi oleh alat-alat berbentuk bilahan dan tidak mempergunakan kendang. Barungan madya (abad XVI-XIX) sudah memakai kendang dan instrumen bermoncol (berpencon), kendang sudah memainkan peranan penting. Gamelan baru yang muncu pada abad XX adalah barungan yang menonjolkan peranan kendang.

Pada tahun 1970-an sampai 1990-an seni karawitan Bali mengalami kemajuan yang sangat menggembirakan. Pada masa itu muncul garapan karawitan kontemporer Bali, garapan karawitan modern yang eksperimental sifatnya namun masih bersumber dan berakar pada musik tradisi. Kondisi ini diikuti oleh munculnya komposisi-komposisi karawitan baru yang semakin rumit dengan teknik pemainan yang semakin kompleks.

Wayang kulit adalah salah satu bagian seni pertunjukan Bali yang hingga kini masih tetap digemari oleh masyarakat setempat. Wayang kulit Bali terdiri dari dua jenis yaitu Wayang Lemah yang dilakukan pada siang hari dan Wayang Peteng yang dipentaskan pada malam hari. Wayang Lemah merupakan kesenian pelengkap upacara keagamaan, sedangkan Wayang Peteng dimainkan sebagai sajian hiburan kecuali Wayang Sapuh Leger). Di Bali pertunukan wayang kulit melibatkan 3 sampai 15 orang terdiri dalang, pengiring dan pembantu dalang bila diperlukan. Untuk pementasan diperlukan 125 – 130 lembar wayang.

Drama Gong adalah bentuk seni pertunjukan Bali yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Nama Drama Gong diberikan karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Lakon yang ditampilkan pada umumnya bersumber pada cerita romantis seperti Panji, Sam Pik Ingtai. Drama Gong dipentaskan untuk berbagai keperluan baik dalam kaitannya dengan upacara adat dan agama maupun untuk kepentingan kegiatan sosial.

Drama Klasik pada dasarnya adalah suatu bentuk seni drama yang menyajikan lakon-lakon klasik terutama dari kisah pewayangan. Dalam Drama Klasik faktor iringan tidak begitu mengikat, dan dalam banyak hal gamelan dimainkan sekedar pengisi kekosongan ketika terjadi peralihan adegan.

Teks : M. Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta