Rumah Joglo Kuno di Ngibikan, Bantul

13 Feb 2014 Situs

Rumah Joglo Kuno di Ngibikan, Bantul

Rumah Joglo Ngibikan awal mulanya didirikan oleh Lurah Secodipo. Tidak diketahui dengan pasti titi mangsa pendirian bangunan ini. Menurut Ibu Subroto rumah ini didirikan kira-kira pada tahun 1900-an.

Profil Rumah Joglo Ngibikan, Canden, Jetis, Bantul, difoto: 11 Desember 2013, foto: a.sartono
Ibu Subroto (72) dan rumah miliknya,
yang dijuluki Rumah Joglo Ngibikan

Rumah Joglo (Pendapa) Ngibikan milik Lurah Secodipo terletak di Dusun Ngibikan, Kelurahan Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi ini dapat dijangkau melalui Pojok Beteng Wetan ke selatan (masuk Jalan Parangtritis). Sebelum mendekati Taman Makam Pahlawan Patalan, Jetis, Bantul akan ditemukan pertigaan. Ambil arah ke kiri (timur). Lokasi Rumah Joglo Ngibikan ini kurang lebih berjarak 3 kilometer dari pertigaan tersebut.

Dulu joglo ini seperti joglo pada umumnya yang bersifat terbuka (tanpa dinding). Namun Rumah Joglo Ngibikan ini sekarang diberi dinding dengan maksud supaya barang-barang yang ada di dalamnya relatif lebih terjaga. Ada pun barang-barang yang ada di pendapa ini di antaranya berupa seperangkat gamelan, satu kotak (satu set) wayang kulit dalam kondisi yang sudah rusak, dan satu set meja kursi.

Bagian Tumpansari dan Saka Guru Rumah Joglo Ngibikan, difoto: 11 Desember 2013, foto: a.sartono
Detail bagian Tumpangsari dan Saka Guru Rumah Joglo Ngibikan

Umpak atau alas dari saka guru pendapa ini tampak sudah berganti, atau bukan asli. Hal ini terjadi karena pada peristiwa gempa yang melanda Bantul dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 pendapa ini mengalami kerusakan cukup parah. Dinding yang disematkan di seputar pendapa juga dilakukan pasca gempa tersebut. Sementara umpak yang digunakan sekarang tampak merupakan bukan umpak batu lepas melainkan cor beton yang menyatu dengan lantainya.

Secara keseluruhan balungan atau konstruksi utama kayu joglo ini masih seperti semula. Tampak bahwa kayu-kayu yang digunakan adalah kayu jati tua yang berkualitas baik. Konstruksi atap pendapa secara keseluruhan masih seperti semula. Sedangkan Tumpangsari (kayu yang yang saling menopang) dan kemudian disangga soko guru relatif minim hiasan atau ukiran. Mungkin hal demikian memang disengaja sejak awal karena pendapa yang kaya ukiran atau hiasan pada masa lalu mungkin hanya diperkenankan untuk rumah kerabat raja saja.

Bagian Blandar, Usuk, dan Reng dari atap Rumah Joglo Ngibikan, difoto: 11 Desember 2013, foto: a.sartono
Blandar, usuk, dan reng dari atap Rumah Joglo Ngibikan

Rumah Joglo Ngibikan ini menghadap ke utara. Luas atau ukuran pendapa dengan rumah induk (utama) adalah 2.500 meter persegi. Sedangkan luas tanah yang ditempati pendapa dan rumah induk adalah 4.000 meter persegi.

Rumah Joglo Ngibikan awal mulanya didirikan oleh Lurah Secodipo. Tidak diketahui dengan pasti titi mangsa pendirian bangunan ini. Menurut Ibu Subroto rumah ini didirikan kira-kira pada tahun 1900-an.

Menurut sumber setempat pula Rumah Joglo Ngibikan ini dulu dibangun oleh para tukang yang berasal dari Kedung Buweng (tidak jauh Pajimatan Imogiri). Sedangkan kayunya didatangkan dari wilayah Dlingo, Bantul. Dulu kayu-kayu yang ditebang di Dlingo dikirim ke Imogiri dengan cara dihanyutkan di Sungai Oya dan Sungai Opak.

Dalem (nDalem) atau rumah induk dari kompleks Rumah Joglo Ngibikan, difoto: 11 Desember 2013, foto: a.sartono
Rumah induk (ndalem) Joglo Ngibikan, terpisah oleh “longkangan”

Sejak awal mula Rumah Joglo Ngibikan ini telah digunakan untuk berbagai keperluan yang bersifat sosial. Salah satunya adalah sebagai tempat untuk latihan karawitan, menari, dan latihan mendalang. Selain itu, Rumah Joglo Ngibikan ini juga pernah digunakan untuk markas pertahanan rakyat pada tahun 1964, penampungan korban erupsi Gunung Merapi tahun 2010, dan pertemuan RT serta PKK, dan kegiatan dusun lainnya.

Naskah & foto:A. Sartono

Source Link: Jakarta

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »
  • 16-08-16

    Kapak Batu di Pajang

    Senin, 25 Juli 2016 Sunardi (43) warga Dusun Manukan, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY menemukan sebuah benda yang... more »
  • 15-08-16

    Ketika Politik Prakt

    Haruskah kita bersikap jujur di depan sebuah karya seni? Pertanyaan itu muncul dalam diri saya ketika hadir dalam pembukaan pameran tunggal karya-... more »
  • 15-08-16

    Menikmati Semangkuk

    Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang  atau Cultuurstelsel’  karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more »
  • 15-08-16

    Dunia Indigo dalam E

    Karya Edo Adityo sebagai penyandang disabilitas dan sekaligus indigo mungkin terkesan sangat personal, ekspresif, unik, dan sekaligus magis. Dalam... more »
  • 13-08-16

    Buku untuk Orang Bel

    Judul        : Beknopte Handleiding om de Javaansche Taal te Leeren Spreken Penulis          : J.W. van... more »
  • 13-08-16

    Ada Tiga Hari dalam

    Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya II Mangsa Karo. Usia 23 hari hari terhitung mulai 2 s/d 24 Agustus 2016. Candrane: Bantala Rengka,  artinya... more »
  • 13-08-16

    ‘Membelah Bulan’ Kar

    ‘Membelah Bulan’ merupakan judul antologi puisi karya Resmiyati, seorang penyair perempuan dari Klaten, akan dilaunching di Sastra Bulan Purnama,... more »
  • 12-08-16

    Rupa Perupa Jawa Tim

    Perupa Jawa Timur, yang tergabung dalam kelompok Koperjati, kependekan dari Komunitas Perupa Jawa Timur, menyelenggarakan pameran di Jogja... more »