Arjuna (5) Perkawinan Arjuna Supraba

13 Feb 2014 Figur Wayang

Arjuna (5) Perkawinan Arjuna Supraba

Lama ditunggu, akhirnya kesempatan pun datang. Dengan ilmu memanah tingkat tinggi, Arjuna melepaskan panah Pasopati pada saat Niwatakawaca tertawa. Tepat di cetak anak panah itu bersarang. Gugurlah Prabu Niwatakawaca.

Gambar karya Herjaka HS
Gambar karya herjaka HS

Arjuna terheran-heran memandang seorang pemburu asing yang tiba-tiba berada di dekatnya dan berusaha mencabut anak panah yang masih menancap di tubuh celeng. Padahal Arjunalah yang nyata-nyata memanah babi hutan tersebut. Demikian pula sebaliknya, si pemburu asing yang bernama Keratarupa pun heran kepada Arjuna yang mengaku telah membunuh babi hutan dengan panahnya.

Sesungguhnya mereka berdua telah melepaskan anak panahnya pada titik yang sama, dengan ilmu memanah tingkat tinggi, sehingga kedua anak panah tersebut bertemu tepat di satu titik dan menjadi satu. Maka tidaklah heran jika masing-masing bersikukuh mengaku bahwa dirinyalah yang telah membunuh babi hutan tersebut. Untuk membuktikan siapakah sesungguhnya yang telah membunuh babi hutan tersebut, Arjuna dan Keratapura sepakat menyelesaikannya dengan perang tanding.

Keduanya bertempur dengan sengit. Masing-masing mengeluarkan jurus-jurus andalan tingkat tinggi. Namun setelah berlangsung beberapa waktu, Arjuna semakin terdesak. Rasa kecewa yang dalam menggelayut di hati Arjuna. Bukankah tujuannya bertapa di gunung Indrakila ini untuk meningkatkan kesaktian dan memohon pusaka ampuh, sehingga dapat meraih kemenangan dalam perang Baratayuda. Namun pada kenyataannya, sampai menjelang akhir dari laku tapanya, ia belum mendapatkan peningkatan ilmu yang berarti, buktinya untuk mengalahkan Keratapura pun Arjuna mengalami kesulitan.

Kekalahan Arjuna tinggal menunggu waktu. Selain tenaganya lebih cepat menyusut dibandingkan lawannya, Ia sudah kehabisan jurus-jurus andalan. Namun di saat kritis itu, secara tidak sengaja Arjuna mendapat kekuatan baru yang jauh lebih besar dari kekuatannya sendiri. Kekuatan tersebut diserap dari energi yang dikeluarkan lewat ketawa Keratarupa. Semakin banyak lawan Arjuna tertawa karena keunggulannya, semakin banyak pula energi yang diserap Arjuna.

Entah tidak tahu atau memang disengaja, Keratarupa semakin sering tertawa berkepanjangan, sehingga tenaga Arjuna cepat pulih, bahkan berlipat. Dengan kekuatan baru itulah Arjuna berhasil menangkap Keratarupa serta membantingnya. Keelokan terjadi, Keratapura musnah dan berubah menjadi Sang Hyang Siwa.

Arjuna terkejut dan dengan gugup datang menyembahnya.

“Ampun Sang Hyang Siwa, hukuman apakah yang akan dijatuhkan kepada hamba yang telah yang lancang berani melawan paduka.”

Sang Hyang Siwa tidak murka. Ia tersenyum, dan berkenan kepada Arjuna. Inilah manusia yang diharapkan dapat mengalahkan Niwatakawaca. Kemudian diberikannya kepada Arjuna mustikaning panah pusaka kahyangan, Pasupati namanya. Inilah saat yang ditunggu-tunggu. Arjuna telah mendapatkan apa yang selama ini dimohonnya.

Sepeninggal Sang Hyang Siwa, Bidadari Badra dan Erwana menemui Arjuna, menyampaikan surat Bathara Endra, serta menyerahkan terumpah Batikacerma, dan mengundang Arjuna ke Indraloka untuk membasmi musuh sakti yang merusak kahyangan. Arjuna segera berangkat ke Indraloka.

Sesampainya di Kahyangan, Arjuna diterima oleh Bathara Endra dan Bathara Brama. Mereka telah menyusun strategi untuk mengalahklan Niwatakawaca. Supraba ditugaskan pergi ke Ngimaimantaka, supaya mengetahui rahasia hidup mati Niwatakawaca. Sedangkan Arjuna ditugaskan mengiringi Supraba dengan sembunyi-sembunyi.

Kedatangan Supraba di Ngimaimantaka disambut oleh Suprabasini, bidadari yang diberikan sementara untuk jaminan, agar Niwatakawaca tidak merusak Kahyangan. Kepada Suprabasini, Supraba menyatakan bahwa dirinya sanggup menjadi istri Niwatakawaca. Maka kemudian diantarlah Supraba menghadap raja Niwatakawaca.

Tak dapat dibayangkan betapa besar kegembiraan Prabu Niwatakawaca melihat Batari Supraba yang diimpikan siang malam sekarang berdiri di hadapannya. Maka tidaklah heran dalam keadaan mabuk kepayang tersebut, Supraba berhasil merayu Niwatakawaca agar membeberkan rahasia kesaktiannya.

Bersamaan dengan keberhasilan Supraba mendapatkan rahasia kesaktian Niwatakawaca, Arjuna membuat hura-hura di istana Ngimaimantaka untuk dapat meloloskan diri bersama Supraba, kembali ke Indraloka menghadap Bathara Endra, untuk melapor hasil kerja mereka. Berdasarkan apa yang dilaporkan Arjuna dan Supraba, para dewa bersiap-siap menyusun pasukan untuk menghadapi serangan pasukan Ngimaimantaka.

Perang besar terjadi, para dewa digempur perajurit raksasa. Arjuna tampil menghadapi Niwatakawaca. Dengan Pasopati di tangan, Arjuna siap membidikan ke cetak Niwatakawaca, karena di cetak yang terletak di atas pangkal lidah itulah letak pengapesan Prabu Niwatakawaca. Lama ditunggu, akhirnya kesempatan pun datang. Dengan ilmu memanah tingkat tinggi, Arjuna melepaskan panah Pasopati pada saat Niwatakawaca tertawa. Tepat di cetak anak panah itu bersarang. Gugurlah Prabu Niwatakawaca. Prajurit raksasa pun lari cerai berai dan musnah.

Para dewa kembali ke Indraloka. Di sebuah pesta kemenangan meriah yang dihadiri oleh para dewa dan bidadari, Arjuna diwiwaha dan dinobatkan menjadi raja bergelar Prabu Kalithi beristrikan Dewi Supraba, bersemayam di Kahyangan Tinjomaya.

Herjaka HS

Source Link: Jakarta

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »
  • 16-08-16

    Kapak Batu di Pajang

    Senin, 25 Juli 2016 Sunardi (43) warga Dusun Manukan, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY menemukan sebuah benda yang... more »
  • 15-08-16

    Ketika Politik Prakt

    Haruskah kita bersikap jujur di depan sebuah karya seni? Pertanyaan itu muncul dalam diri saya ketika hadir dalam pembukaan pameran tunggal karya-... more »
  • 15-08-16

    Menikmati Semangkuk

    Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang  atau Cultuurstelsel’  karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more »
  • 15-08-16

    Dunia Indigo dalam E

    Karya Edo Adityo sebagai penyandang disabilitas dan sekaligus indigo mungkin terkesan sangat personal, ekspresif, unik, dan sekaligus magis. Dalam... more »
  • 13-08-16

    Buku untuk Orang Bel

    Judul        : Beknopte Handleiding om de Javaansche Taal te Leeren Spreken Penulis          : J.W. van... more »
  • 13-08-16

    Ada Tiga Hari dalam

    Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya II Mangsa Karo. Usia 23 hari hari terhitung mulai 2 s/d 24 Agustus 2016. Candrane: Bantala Rengka,  artinya... more »
  • 13-08-16

    ‘Membelah Bulan’ Kar

    ‘Membelah Bulan’ merupakan judul antologi puisi karya Resmiyati, seorang penyair perempuan dari Klaten, akan dilaunching di Sastra Bulan Purnama,... more »
  • 12-08-16

    Rupa Perupa Jawa Tim

    Perupa Jawa Timur, yang tergabung dalam kelompok Koperjati, kependekan dari Komunitas Perupa Jawa Timur, menyelenggarakan pameran di Jogja... more »