Aja Blereng Marang Bandha

12 Feb 2014

Bothekan

Aja Blereng Marang Bandha

Pepatah ini bermakna nasihat agar orang jangan mudah silau pada kekayaan dan harta benda. Sebab harta benda bisa menyesatkan, bisa membuat orang melek tetapi tidak melihat.

Aja Blereng Marang Bandha

Pepatah Jawa di atas secara harafiah berarti jangan silau pada harta benda.

Umumnya orang akan demikian tercengang-cengang, terkagum-kagum, terpesona berat pada orang lain yang mampu memiliki harta kekayaan berlimpah dan bergelimang kemewahan. Orang pun tanpa disadari langsung menaruh hormat berat kepada orang-orang yang bergelimang harta benda tanpa pernah melihat hakikat, perilaku, atau watak dari orang yang bersangkutan. Intinya, asal ada orang kaya, orang lain akan mudah silau kepada banda harta benda dia, dan langsung “takluk”.

Pepatah ini bermakna nasihat agar orang jangan mudah silau pada kekayaan dan harta benda. Sebab harta benda bisa menyesatkan, bisa membuat orang melek tetapi tidak melihat. Salah satu kasusnya adalah jika di suatu kampung ada orang kaya, umumnya masyarakat langsung menaruh hormat begitu saja kepada dia.

Jika si orang kaya mempunyai hajat atau kerepotan, maka orang kampung berbondong-bondong berusaha datang untuk “setor muka.” Sementara kalau ada orang miskin mempunyai hajat atau keperluan yang sama, belum tentu orang kampung akan berbuat (berbondong-bondong) datang untuk membantu si miskin. Hal yang demikian membuat orang tidak bisa berlaku adil dan jujur.

Padahal harta benda yang berlimpah belum tentu berkah. Artinya, harta itu belum tentu diperoleh dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal. Contohnya, orang-orang berkelimpahan harta benda yang ditangkapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata harta bendanya diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar. Orang-orang yang mendukung dan hormat pada orang yang bersangkutan akhirnya kecele dan kecewa.

Pada intinya, aja blereng marang banda mengingatkan kita bahwa harta benda yang menyilaukan itu sangat mungkin justru menyesatkan dan menggelapkan hati nurani.

A.Sartono

Source Link: Jakarta

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »
  • 16-08-16

    Kapak Batu di Pajang

    Senin, 25 Juli 2016 Sunardi (43) warga Dusun Manukan, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY menemukan sebuah benda yang... more »
  • 15-08-16

    Ketika Politik Prakt

    Haruskah kita bersikap jujur di depan sebuah karya seni? Pertanyaan itu muncul dalam diri saya ketika hadir dalam pembukaan pameran tunggal karya-... more »
  • 15-08-16

    Menikmati Semangkuk

    Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang  atau Cultuurstelsel’  karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more »
  • 15-08-16

    Dunia Indigo dalam E

    Karya Edo Adityo sebagai penyandang disabilitas dan sekaligus indigo mungkin terkesan sangat personal, ekspresif, unik, dan sekaligus magis. Dalam... more »
  • 13-08-16

    Buku untuk Orang Bel

    Judul        : Beknopte Handleiding om de Javaansche Taal te Leeren Spreken Penulis          : J.W. van... more »
  • 13-08-16

    Ada Tiga Hari dalam

    Pranatamangsa: memasuki Mangsa Surya II Mangsa Karo. Usia 23 hari hari terhitung mulai 2 s/d 24 Agustus 2016. Candrane: Bantala Rengka,  artinya... more »
  • 13-08-16

    ‘Membelah Bulan’ Kar

    ‘Membelah Bulan’ merupakan judul antologi puisi karya Resmiyati, seorang penyair perempuan dari Klaten, akan dilaunching di Sastra Bulan Purnama,... more »
  • 12-08-16

    Rupa Perupa Jawa Tim

    Perupa Jawa Timur, yang tergabung dalam kelompok Koperjati, kependekan dari Komunitas Perupa Jawa Timur, menyelenggarakan pameran di Jogja... more »