Tempuran Sungai Bedog-Progo, di Yogyakarta, Salah Satu Petilasan Ki Ageng Mangir

25 Apr 2013 Aneka Rupa

Tempuran Sungai Bedog-Progo, di Yogyakarta, Salah Satu Petilasan Ki Ageng Mangir

Pada masa ini terbetik berita bahwa Pangeran Diponegoro membeli senjata (api) dari Inggris dan senjata itu diserahterimakan di muara Sungai Progo, tidak jauh dari Mangir.

Tempuran tempat bertemunya Sungai Bedog dan Sungai Progo di Legokan Ngancar, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogya, foto: a.sartono
Tempuran, tempat bertemunya Sungai Bedog dan Sungai Progo

Berdirinya Perdikan Mangir tidak lepas dari peran Ki Ageng Mangir Wanabaya, yakni keturunan Raden Lembu Amisani. Raden Lembu Amisani (sering ditulis juga Raden Alembumisani) adalah keturunan dari Prabu Brawijaya terakhir.

Hingga kini orang masih banyak bertanya-tanya bagaimana kira-kira perjalanan keturunan Raden Lembu Amisani ini hingga sampai di wilayah yang kemudian dinamakan Mangir. Banyak orang menduga bahwa perjalanan yang dilakukan adalah menyisir sisi selatan Pantai Selatan Jawa. Akan tetapi ada pula dugaan bahwa ia juga melakukan perjalanan kombinasi. Artinya, ia juga melalui perairan dan daratan.

Salah satu lokasi yang dianggap merupakan semacam dermaga atau pelabuhan kecil dengan lokasi yang sangat dekat dengan Mangir adalah tempuran (pertemuan air dari dua sungai) Sungai Bedog dan Sungai Progo. Lokasi tempuran ini berada di Dusun Legokan Ngancar, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Provinsi DIY. Lokasi dari tempuran ini dapat dicapai melalui Kantor Polsek Pajangan ke arah selatan dalam jarak kurang lebih 1,5 kilometer.

Mungkin pada masanya (sekitar abad 16-17) wilayah Mangir memang merupakan wilayah yang dekat dengan rawa. Dermaga Ngancar atau katakanlah Dermaga Mangir itu mungkin memang pernah ada. Jadi, bukan mustahil jika Ki Ageng Mangir masuk ke wilayah yang kemudian dikenal sebagai Dusun Mangir memang melalui dermaga yang dimaksudkan.

Muara dari Sungai Bedog , aliran akhir dari airnya masuk ke Sungai Progo, foto: a.sartono
Muara Sungai Bedog, Bantul, Yogyakarta

Mungkin sekali pada masa itu atau sebelumnya muara Sungai Progo memang luas. Keluasan ini mungkin sekali hingga ke ujung hilir (muara) Sungai Bedog yang berakhir di Sungai Progo. Keluasan (dan juga kedalaman) muara tersebut sangat memungkinkan kapal atau perahu bisa melayarinya.

Hal demikian mungkin juga dikuatkan dengan berita pada zaman Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830). Pada masa ini terbetik berita bahwa Pangeran Diponegoro membeli senjata (api) dari Inggris dan senjata itu diserahterimakan di muara Sungai Progo, tidak jauh dari Mangir. Artinya, sampai awal abad 19 pun kapal dari Inggris masih bisa memasuki muara Sungai Progo untuk melakukan aktivitas.

Sumber setempat juga menyebutkan bahwa pada tempuran Sungai Bedog-Progo itulah Ki Ageng Mangir sering melakukan “tapa kungkum” (bersemedi dengan cara berendam di air). Disebutkan pula bahwa hewan ternak milik Ki Ageng Mangir dan penduduk Mangir yang berupa kerbau juga sering dimandikan di sekitar lokasi tersebut.

Tempuran Sungai Bedog dan Sungai Progo di Legokan Ngancar, Sendangsari, Pajangan, Bantul, Yogyakarta, foto: a.sartono
Tempuran Sungai Bedog dan Sungai Progo pada beberapa sisi membentuk delta

Mungkin juga apa yang disebut dermaga pada waktu itu menjadi “arena” bertemunya banyak orang sehingga tidak mustahil jika muncul cerita ada gadis dari Dusun Jlegong (Rara Jlegong) yang kemudian “rewang” (membantu orang hajatan) di kediaman Ki Ageng Mangir yang akhirnya hamil karena hubungannya dengan Ki Ageng Mangir (II). Jlegong adalah dusun di sisi barat Sungai Progo (barat Mangir) yang masuk dalam wilayah Kecamatan Lendah, Kulon Progo.

Tempuran Sungai Bedog-Progo kini telah berubah. Sedimentasi ratusan bahkan mungkin ribuan tahun telah menyebabkan wilayah ini mengalami pendangkalan. Sekalipun demikian tempuran ini masih dapat disaksikan. Tidak jauh dari tempuran ini juga terdapat warung makan yang khusus menyediakan menu ikan yang ditangkap dari Sungai Progo, Sungai Bedog, maupun sungai-sunagi lain di sekitar tempat itu.

Untuk menikmati keindahan alam tempuran Bedog-Progo dapat dilakukan sambil menyantap hidangan di rumah makan tersebut sekaligus mengenang sejarah Ki Ageng Mangir kala itu.

Salah satu ruas aliran Sungai Progo, foto: a.sartono
Salah satu ruas dari aliran Sungai Progo

A. Sartono

Source Link: Jakarta

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 30-03-16

    Selama Sebulan S Wan

    Perupa dari Sidoarjo, S Wandhie akan menggelar karya-karyanya di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta, selama satu bulan... more »
  • 30-03-16

    Gatot Nugroho: Beker

    “Bekerja di museum itu kuncinya harus ikhlas,” ungkap Gatot Nugroho.  “Jika kita ikhlas, maka hati kita akan senang. Walaupun keikhlasan kita... more »
  • 30-03-16

    Monumen Brimob Seday

    Monumen Brigade Mobil (Brimob) Polri berada di Dusun Sengon Karang, Kelurahan Argodadi, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Bila... more »
  • 29-03-16

    Poetry Performance A

    Satu pertunjukan untuk merespon puisi, yang oleh sutradaranya Anes Prasetyo disebut sebagai Poetry Performance Art ditampilkan dalam Sastra Bulan... more »
  • 29-03-16

    Kadipaten Mangkuneg

    Kadipaten Puro Mangkunegaran Surakarta, yang termasuk salah satu keturunan Dinasti Mataram Islam mengalami kejayaan di akhir abad XIX hingga awal... more »
  • 28-03-16

    Ki Bagas Kriswanto,

    Ada nilai plus ketika seorang dalang berkualitas, lahir dan besar bukan dari keturunan dalang. Seperti halnya Ki Bagas Kriswanto. Selain bukan... more »
  • 28-03-16

    Bunga Rampai Sastra

    Judul            : Maleise Bloemlezing Penulis        ... more »
  • 28-03-16

    Idiosyncratic dalam

    Idiosyncratic berarti kepribadian yang unik, aneh, cenderung melenceng dan berbeda dari lingkungan sekitarnya. Istilah dalam psikoanalisa itu... more »
  • 26-03-16

    Masuk Mangsa Kasepul

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasepuluh (10), umurnya 24 hari, mulai 26 Maret s/d 18 April. Musim padi tua, burung-burung sedang membuat sarang. Ternak-... more »
  • 26-03-16

    Hujan Membasahi Bula

    Hujan deras sejak siang sampai malam hari mengisi Yogyakarta, sehingga Sastra Bulan Purnama edisi ke-54, Rabu malam, 23 Maret 2016 di Tembi Rumah... more »