Mengenal Museum Purbakala Pleret di Bantul (1)

14 Jul 2015 Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, sumur ini terhubung secara spiritual dengan Pantai Selatan dan digunakan untuk jamasan (membersihkan) pusaka keraton. Bahkan sampai saat ini masih ada anggota masyarakat yang meyakini bahwa air sumur ini mengandung tuah.

Keraton Pleret merupakan salah satu kerajaan Mataram Islam yang berkedudukan di sebelah tenggara Keraton Kasultanan Yogyakarta. Keraton Pleret saat ini sudah tidak berbekas lagi, kecuali hanya meninggalkan beberapa benda kuno,  dan kini ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Bekas Keraton Pleret secara administrasi masuk di wilayah Kecamatan Pleret, Kabupatan Bantul, DIY.

Karena banyak peninggalan sejarah purbakala bekas Keraton Pleret dan juga Keraton Kerto, akhirnya di wilayah ini dibangun sebuah museum bernama Museum Purbakala Pleret. Pembangunan diawali tahun 2004 sebelum wilayah Bantul dilanda gempa bumi dashyat berskala Richter 5,9 yang menewaskan lebih dari 5.900 penduduk Bantul. Sepuluh tahun berikutnya, pada tanggal 10 Maret 2014, museum  yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan DIY ini baru dibuka untuk umum. 

Walaupun terbilang museum baru dan belum masuk keanggotaan organisasi museum Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY, namun museum ini sudah sering dikunjungi oleh masyarakat, yang umumnya dari wilayah Bantul dan sekitarnya. Koleksinya pun cukup beragam dan mayoritas adalah benda-benda purbakala di zaman Keraton Pleret, Keraton Kerto, maupun sesudah dan sebelumnya. Ada sebagian benda purbakala yang ditemukan jauh dari wilayah Pleret tetapi masih di lingkup wilayah Bantul.

Museum Pleret berlokasi di Jalan Raya Pleret, sekitar 5 km sebelah timur Tembi Rumah Budaya Yogyakarta. Museum berada di sebelah selatan jalan dan bangunannya terlihat jelas dari jalan raya. Bangunan utama berciri khas seperti bangunan Belanda, dengan pintu dan jendela yang lebar. Ada 2 bangunan utama, satu untuk perkantoran dan satu untuk memamerkan koleksi museum. Sebagian koleksi berada di luar bangunan induk. Koleksi dan peninggalan yang ada di luar gedung sebagian tanpa peneduh, sebagian ada atap peneduhnya.

Saat Tembi berkunjung ke museum ini beberapa waktu lalu ditemani dan dipandu oleh Endra, pegawai museum itu. Pertama, Tembi diperkenalkan dengan koleksi dan situs luar ruangan, salah satunya adalah sumur gemuling atau gumuling. Tidak jelas, mengapa situs sumur itu dinamakan gumuling. Menurut keterangan Endra, sumur ini dahulu merupakan salah satu sumber mata air di wilayah Keraton Pleret dan posisinya berada di sebelah utara Keraton Kuno Pleret.

Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, sumur ini terhubung secara spiritual dengan Pantai Selatan dan digunakan untuk jamasan (membersihkan) pusaka keraton. Bahkan sampai saat ini masih ada anggota masyarakat yang meyakini bahwa air sumur ini mengandung tuah. Tidak jarang masyarakat yang mengambil air sumur ini untuk tujuan menyembuhkan penyakit kulit dan penyakit lainnya.

Begitu bersejarahnya sumur gumuling ini, yang menjadikan di tempat itulah akhirnya dibangun sebuah Museum Sejarah Purbakala Pleret. Sumur tua yang masih mengeluarkan air jernih itu berada tepat di depan dan tidak jauh dari bangunan kantor. Siapa pun boleh mengambil airnya tanpa dipungut biaya.

(bersambung)

Naskah dan foto:Suwandi

Mengenal Museum Sejarah Purbakala Pleret Bantul, sumber Mengenal Museum Sejarah Purbakala Pleret Bantul, sumber foto: Suwandi/Tembi Mengenal Museum Sejarah Purbakala Pleret Bantul, sumber foto: Suwandi/Tembi EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 01-08-15

    Hari Baik dan Hari J

    Orang yang lahir pada Selasa Kliwon, pada periode usia 0 s/d 12 tahun, adalah ‘PA’ Pandhita, baik. Usia 12 s/d 24 tahun, adalah ‘SA’ Sunan, baik.... more »
  • 01-08-15

    Tajong Samarinda Dib

    Tajong Samarinda pada mulanya dibawa oleh para pendatang Suku Bugis Wajo yang berpindah ke Samarinda karena tidak mau patuh pada perjanjian Bongaja... more »
  • 01-08-15

    UU Tata Niaga Gula d

    Di Perpustakaan Tembi tersimpan dengan baik buku lawas ini yang berisi tentang undang-undang tata niaga gula di Hindia Belanda. Peraturan ini... more »
  • 31-07-15

    Kue Cubit Kudapan Po

    Berawal dari makanan cemilan gerobak yang banyak dijual di sekolah-sekolah dasar, kue mungil berbahan dasar tepung ini semakin populer bahkan “naik... more »
  • 31-07-15

    mas Bekel

    mas Bekel more »
  • 28-07-15

    Masalah Ekologi Indo

    Buku ini berisi tentang masalah ekologi terutama di Indonesia dalam perspektif dekade 1950-an. Pertambahan jumlah penduduk mau tidak mau memang akan... more »
  • 28-07-15

    From The New World d

    Indonesian Youth Symphony Orchestra (IYSO) kembali tampil di Tembi Rumah Budaya dengan melibatkan banyak anggota Sri Aman Orchestra, Malaysia,... more »
  • 28-07-15

    Penggurit Dua Kota A

    Para penggurit dari dua kota, Yogyakarta dan Surabaya, akan tampil bersama dalam launching antologi geguritan karya masing-masing penggurit, Jumat 31... more »
  • 28-07-15

    Prajurit Mantrijero

    Prajurit Mantrijero Sarahasta atau pembawa tombak terdiri atas beberapa jenjang kepangkatan, yakni Wedana dan Lurah, Operwahmister (Wirawredhatama)... more »
  • 28-07-15

    Warangka Ladrang (1)

    Ladrang adalah salah satu ragam bentuk warangka keris gaya Surakarta, sedangkan versi Yogyakarta disebut dengan nama branggah, walaupun keduanya... more »