Entek Alas Entek Omah

16 Nov 2015

Peribahasa ini bermaksud menggambarkan keadaan atau situasi tentang orang yang sudah kehabisan kekayaan atau harta sehingga ia tidak punya apa-apa lagi. Hal ini umumnya disebabkan oleh suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan yang akhirnya menguras seluruh harta milik orang yang bersangkutan hingga tidak bersisa.

Peribahasa Jawa di atas secara harafiah berarti habis hutan habis rumah.

Peribahasa ini bermaksud menggambarkan keadaan atau situasi tentang orang yang sudah kehabisan kekayaan atau harta sehingga ia tidak punya apa-apa lagi. Hal ini umumnya disebabkan oleh suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan yang akhirnya menguras seluruh harta milik orang yang bersangkutan hingga tidak bersisa.

Keadaan tersebut dapat terjadi pada orang yang menderita sakit yang kemudian berobat dengan biaya besar sehingga harus menguras seluruh gaji, tabungan, tanah pekarangan, sawah, tegalan, hingga rumahnya pun terjual. Keadaan macam ini juga dapat terjadi pada orang yang menggilai sesuatu. Misalnya gila judi sehingga tidak bisa kontrol diri dan akhirnya semua harta miliknya habis.

Alas atau hutan pada zaman dulu merupakan bagian atau wilayah di luar rumah yang menjadi penyangga kebutuhan keberadaan rumah dan rumah tangga yang menghuninya. Ketika alas habis dan rumah habis, maka “habis” pulalah nasib atau kehidupan manusia yang menghuni rumah tersebut.

Jika alas saja yang habis mungkin orang masih bisa mengandalkan harta atau sesuatu yang ada di dalam rumah untuk menopang hidupnya. Demikian juga sebaliknya, jika rumah saja yang habis mungkin alas masih bisa menjadi penopang hidupnya. Namun jika keduanya habis, maka orang yang bersangkutan tidak punya apa-apa lagi. Bahkan harapan pun mungkin juga menjadi habis.

Alas dan rumah dalam pepatah ini tidak hanya dimaknai secara harafiah atau wantah saja, namun bisa diperluas dalam ranah makna yang lain.

asartono

EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 17-11-15

    Jakarta Biennale 201

    Gelaran seni rupa dua tahunan Jakarta Biennale kembali hadir, mengusung tema Maju Kena Mundur Kena : Bertindak Sekarang. Jakarta Biennale 2015 ingin... more »
  • 17-11-15

    Aturan Sewa Menyewa

    Buku mengenai aturan sewa menyewa tanah di Kerajaan Surakarta ini memang terlihat sudah lawas. Maklum, buku berbahasa Belanda ini terbitan Yogyakarta... more »
  • 16-11-15

    Godlob Dipentaskan D

    Cerpen ini menarasikan dan menampilkan tokoh-tokoh yang berkubang dalam tragedi kemanusiaan berupa perang. Setting tempatnya adalah medan pertempuran... more »
  • 16-11-15

    Sawitri (2): Meningg

    Sawitri sangat kagum kepada pola pikir serta sikap hidup Setiawan dalam menghadapi tragedi kehidupan. Oleh karenanya dalam hati Sawitri berani... more »
  • 16-11-15

    Peresmian Patung Sap

    Untuk mengenang jasa Sapto Hoedojo, tepat pada hari pahlawan, 10 November 2015, di pelataran Giri Sapto, diresmikan patung Sapto Hoedojo. Patung ini... more »
  • 16-11-15

    Entek Alas Entek Oma

    Peribahasa ini bermaksud menggambarkan keadaan atau situasi tentang orang yang sudah kehabisan kekayaan atau harta sehingga ia tidak punya apa-apa... more »
  • 14-11-15

    Tapa Ngali Sebagai A

    Sebagai awalan dari rencana “merti sungai” oleh warga Dusun Glondong, Kelurahan Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, yang akan... more »
  • 14-11-15

    Selasa Kliwon Hari B

    Selasa Kliwon, 17 November 2015, kalender Jawa tanggal 4, bulan Sapar, tahun 1949 Jimawal, hari baik untuk berbagai macam keperluan. Namun tidak baik... more »
  • 14-11-15

    Karyawan PT Frisian

    Mereka sangat antusias belajar gamelan. Apalagi masing-masing kelompok, tidak hanya bermain gamelan, tetapi juga mencoba menembangkan syairnya, yaitu... more »
  • 14-11-15

    Museum Sonobudoyo Ul

    Bertepatan dengan hari jadi yang ke-80 tahun di bulan November 2015, Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta mengadakan program kunjungan gratis sehari... more »