Penyair Perempuan Dalam Dua Antologi

05 Feb 2016 Penyair perempuan dari kota yang berbeda menerbitkan dua antologi untuk mengakhiri tahun 2015. Dua antologi puisi itu berjudul “Wajah Perempuan” dan “Kepada Anakku.” Kedua buku tersebut melengkapi khasanah sastra, khususnya puisi di perpustakaan Tembi Rumah Budaya. Antololgi puisi “Wajah Perempuan” diterbitkan penerbit Cakrawala Publishing dan antologi  “Kepada Anakku” diterbitkan penerbit Interlude. Kedua penerbit berdomisili di Yogya.   “Wajah Perempuan” terdiri dari enam penyair, yang datang dari kota berbeda, Yogya, Temanggung, Wonosobo, Magelang. Keenam penyair itu ialah D-Nyota, Gendis Pembayun, Marul Prihastuti, Selsa, Umi Azzurasantika dan Zee Ohm.   Sedang “Kepada Anakku” terdri dari tujuh penyair perempuan, yang berasal dari Jakarta, Tulungagung dan Yogyakarta. Mereka adalah Ana Ratri, Ardi Susanti, Kembariyana, Listyaning Aryanti,Umi Kulsum, Ristia Herdiana dan Sashmytha Wulandari.   Para penyair perempuan tersebut sebagian besar sudah pernah tampil di Sastra Bulan Purnama Tembi Rumah Budaya. Sebagian lainnya belum pernah, dan ada yang baru pertama kali tampil saat launching kedua buku tersebut di Sastra Bulan Purnama pada bulan Desember 2015.   Sebagian penyair sudah saling kenal dan mulai bersahabat sejak mereka aktif di Sastra Bulan Purnama, dan sebagian lainnya baru saling kenal saat launching antologi puisi. Dari penyair “Wajah Perempuan” yang sudah terbiasa hadir di Tembi Rumah Budaya mengikuti Sastra Bulan Purnama adalah Selsa dan Umi Azzurasantika. Empat lainnya, D-Nyota, Gendis Pembayun, Marul Prihastuti dan Zee Ohm belum pernah tampil.   Sedang, penyair perempuan dari antologi puisi yang berjudul “Kepada Anakku” yang belum pernah tampil di Sastra Bulan Purnama adalah Kembariyana dan Listyaning Aryanti. Lima lainnya beberapa kali tampil di Sastra Bulan Purnama seperti Ana Ratri, Ardi Susanti, Ristia Herdiana, Umi Kulsum dan Sashmytha  Wulandari. Bahkan Ana Ratri dan Umi Kulsum beberapa kali membaca puisi untuk pembukaan pameran seni rupa di Tembi Rumah Budaya.   Puisi para penyair perempuan ini menyajikan tema yang beragam, dan menariknya mereka tidak berkisah mengenai dunia perempuan, bahkan ada yang menulis puisi dengan nada kritik, yang ditujukan, misalnya pada wakil rakyat. Puisi-puisi mereka tidak heroik, mudah dicerna dan enak dibaca. Mereka memang sudah terbiasa menulis puisi, dan membaca puisi di berbagai tempat.    Perkembangan dunia media yang semakin pesat, dengan fasilitas digital yang memudahkan orang untuk berkarya, kiranya memengaruhi ‘lahirnya’ penyair perempuan. Karena pada tahun 1970-an sampai 1990-an, tidak banyak penyair perempuan yang aktif menulis dan saling bertemu, atau berkomunikasi. Di era digital ini, penyair perempuan bisa saling berbincang dalam jarak tinggal yang berbeda, dan mereka bersepakat bersama menerbitkan antologi puisi. Dua judul antologi tersebut adalah contoh dari kebersaman virtual sekaligus aktual di antara penyair perempuan.   Ons Untoro Antologi puisi ‘Wajah Perempuan” dan “Kepada Anakku’ karya dari para penyair Perempuan, dan pernah dilaunching di Sastra Bulan Purnama Tembi Rumah Budaya, foto: Ons Untoro Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 09-02-16

    Rombongan PLN Jakart

    Hari terakhir di bulan Januari 2016, tepatnya pada Minggu tanggal 31, Tembi Rumah Budaya mendapat tamu rombongan dari PLN Jakarta yang berjumlah 50... more »
  • 09-02-16

    Prabu Basukunti, Ber

    Prabu Basukunti atau disebut juga Prabu Kuntiboja menduduki tahta yang diwariskan Prabu Basukesthi, orang tuanya, di Negara Boja. Tidak diceritakan... more »
  • 08-02-16

    Buku Sejarh Hindia B

    Judul             : Leerboek Der Geschiedenis van Nederlandsch Oost-Indie Penulis  ... more »
  • 06-02-16

    Senin Pon Hari Tidak

    Perhitungan ini berdasarkan perhitungan primbon Panca Suda. Panca = lima, suda = dikurangi. Lima dikurangi satu sama dengan empat. Ada empat... more »
  • 06-02-16

    Nasi kuning Muna di

    Salah satu menu yang menggoda untuk disantap pada pagi hari adalah nasi kuning. Namun mencari rasa nasi kuning yang ‘nyantol’ di lidah tidak gampang... more »
  • 06-02-16

    Gubug Hijau, Ruang S

    Satu ruang interaksi sastra dibuka di Yogyakarta, di Gesikan Jaranan, Panggungharjo, Sewon, Jl Bantul Km 6, Bantul, yang diberi nama ‘Gubug Hijau... more »
  • 06-02-16

    Es Wuyung Sari dan P

    Bulan Februari selalu dirayakan sebagai bulan kasih sayang atau Valentine Day. Nah, Warung Dhahar Pulo Segaran pun meramu menu baru untuk turut... more »
  • 05-02-16

    Sistem Pasar Interak

    Foto ini adalah potret atau gambaran sebuah pasar sederhana tahun 1918 di Yogyakarta. Pada foto itu bisa dilihat sebuah bangku atau meja kecil... more »
  • 05-02-16

    Penyair Perempuan Da

    Penyair perempuan dari kota yang berbeda menerbitkan dua antologi untuk mengakhiri tahun 2015. Dua antologi puisi itu berjudul “Wajah Perempuan”... more »
  • 04-02-16

    Pelajar SMA Springfi

    Minggu terakhir di bulan Januari 2016, Tembi Rumah Budaya Yogyakarta kembali dikunjungi wisatawan yang hendak mengenal dan belajar budaya Jawa.... more »