Lukisan Kerik Karya Wonny yang Mengajak Peduli Sesama

21 Oct 2015

Lukisan Wonny seperti cermin yang mengajak kita untuk merefleksi kembali hati dan sikap hidup kita yang pada gilirannya mengajak kita untuk semakin peduli pada alam dan sesama serta menghentikan sikap masa bodoh.

Hanya sedikit senirupawan Indonesia yang menekuni drawing hitam putih dengan teknik kerik, salah seorang di antaranya adalah Ign Tondo Suryaning Buwono (Wonny). Wonny yang pernah belajar di seminari menengah, seminari tinggi (sekolah teologi), pekerja di kapal pesiar, sekolah seni, dan sekolah perhotelan ini memamerkan karyanya di Bentara Budaya Yogyakarta selama 15-24 Oktober 2015. Pameran bertema “Stop Masa Bodoh” ini dibuka oleh budayawan Romo Muji Sutrisno, SJ.

Romo Muji Sutrisno dalam sambutannya menyampaikan bahwa sifat egoisme sepertinya telah mencengkeram hati manusia dewasa ini. Sifat dan kerelaan bergotong royong, membantu orang lain, berempati kepada penderitaan orang lain semakin menghilang. Masing-masing individu seperti dikejar waktu hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (uang) yang tidak ada habis dan puas-puasnya. Bumi dikeruk, hutan dibabat, bahkan semua digaruk tanpa memikirkan orang lain dan juga kelestarian alam ciptaan.

Lukisan Wonny, lanjut Romo Muji, seperti cermin yang mengajak kita untuk merefleksi kembali hati dan sikap hidup kita yang pada gilirannya mengajak kita untuk semakin peduli pada alam dan sesama serta menghentikan sikap masa bodoh itu. Hampir semua karya Wonny yang dipamerkan menggambarkan dunia wong cilik (kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel) yang membutuhkan perhatian dan bantuan dari semua orang.

Wonny yang memilih cat akrilik warna gelap (hitam) yang disapukan di atas kanvas yang kemudian dibuat sketsa di atasnya. Sketsa dibuat berdasarkan foto-foto yang dipindahkan di atas kanvas. Selain itu juga berasal dari imajinasi dan gagasannya sendiri. Setelah sketsa selesai dikerjakan kemudian mulailah di-cutter, dikerik-kerik dengan alat pengerik berujung lancip, pipih mungil, dan lain-lain sehingga muncul garis-garis putih di atas kanvas yang menjadi semacam arsiran sekaligus goresan yang membentuk benda yang digambarkan atau diimajinasikannya. Proses pengerikan ini membutuhkan ketelitian, ketekunan, keterampilan, stamina yang tinggi, dan jelas menguras energi.

Dalam beberapa karyanya Wonny menunjukkan kontras-kontras antara si miskin dan si kaya. Hadirnya mobil di sisi pejalan kaki biasa atau bahkan orang yang tidak berdaya misalnya, menegaskan hal itu. Sejak kapankah mobil atau bahkan HP dan gadget di Indonesia digunakan sebagai cara untuk menunjukkan kelas sosial atau gengsi tidak diketahui secara pasti. Kekeliruan penalaran ini dalam dunia filsafat disebut sebagai bandwagon (jika suatu hal populer dan diyakini banyak orang, maka hal itu adalah kebenaran yang valid, tanpa perlu menyelidiki lebih lanjut). Akibatnya orang-orang yang demikian sering bertindak arogan, merasa diri hebat dan lebih sehingga memandang rendah orang yang tidak memiliki kebendaan yang sama (yang dianggap menaikkan derajad sosialnya).

Perhatian besar Wonny pada penderitaan dan kepahitan hidup orang kecil menjadikannya begitu peka pada fenomena ini. Karya Obah Golek Mamah menggambarkan perempuan tua yang berjualan di sebuah pasar di Klaten dengan modal kecil. Labanya hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan makan. Ia harus bersaing dengan pedagang besar dengan modal besar, namun ia tidak putus asa. Ia tetap jujur dan mencoba mencukupkan hasil yang didapatkannya.

Karya yang berjudul Srek…Srek…Srek… menegaskan kontras si kaya dan si miskin yang tampak hidup dalam dunianya sendiri-sendiri. Si kaya tampak tidak mempedulikan kesengsaraan si miskin serta merasa tidak perlu merasa bersalah atau berempati. Demikian karya Wonny mengajak kita semua untuk memiliki kepekaan agar kita punya dan semakin menebal rasa kepedulian kita pada sesama dan alam ciptaan.

Naskah dan foto: asartono

Romo FX. Mudji Sutrisno menerima kenang-kenangan dari Tondo Suryaning Buwono, difoto: 15 Oktober 2015, foto: a.sartono Kusandarkan Padanya, Akrilik pada Kanvas, 55 x 45 cm, 2014, difoto: 15 Oktober 2015, foto: a.sartono Menikmati Sepi, Mika bening khusus kerik, perangkat lampu LED, Sensor ultrasonic, 25 x 20 cm, 2015, difoto: 15 Oktober 2015, foto: a.sartono Stop Masa Bodoh, Akrilik pada kanvas, 45 x 30 cm, 2015, difoto: 15 Oktober 2015, foto: a.sartono Menanti Uluran Kasih, Akrilik pada kanvas, 45 x 33 cm, 2014, difoto: 15 Oktober 2015, foto: a.sartono Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 24-10-15

    Atien Kisam, Guru Si

    Ayahnya juga merupakan keturunan dari seniman Betawi tempo dulu Djiun, hasil perkawinannya dengan Mak’ Kinang yang berprofesi sebagai penari. Bisa... more »
  • 24-10-15

    Senin Pon Hari Tidak

    Penghitungan hari jenis ini disebut perhitungan Panca Suda, yang menentukan risiko baik atau buruk dari arah kita bepergian. Senin Pon, 26 Oktober... more »
  • 24-10-15

    Sound of Nature=Soun

    Karya Jerry yang dibingkai dalam tema Sound of Nature=Sound of God ini banyak menggunakan ungkapan visual yang metaforik atau bahasa simbol. Dari... more »
  • 23-10-15

    Denmas Bekel 23 Okto

    Denmas Bekel 23 Oktober 2015 more »
  • 23-10-15

    SMP Mondial Semarang

    Mereka sama sekali belum pernah memainkan kesenian tradisional Jawa ini. Jadi wajar mereka terlihat begitu heran melihat banyaknya instrumen gamelan... more »
  • 23-10-15

    Kisah Perlawanan Pan

    Kurang lebih setengah dari buku ini membahas perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap Belanda, dan cara-cara Belanda mengatasi perlawanan tersebut.... more »
  • 22-10-15

    Penyerahan Hadiah Lo

    Lomba yang diikuti oleh 48 fotografer dengan jumlah karya sebanyak 175 foto ini akhirnya menghasilkan juara I-III, juara harapan I-III, 5 foto... more »
  • 22-10-15

    Penyair Pekerja Migr

    Meski tinggal di Singapura, Melur Seruni aktif merespon kegiatan Sastra Bulan Purnama melalui Facebook. Apalagi Melur, melalui akun Facebook-nya,... more »
  • 22-10-15

    Buku Pelajaran Temba

    Meski Jepang hanya menjajah tanah Indonesia selama kurang lebih tiga setengah tahun, pemerintah penjajah ini masih sempat mengurusi bidang pendidikan... more »
  • 21-10-15

    Slank Ingin Bawa Reo

    Jakarta menjadi kota ke-3 dalam rangkaian konser Slank 10 kota bertajuk ‘Reog & Roll’. Membawa konsep baru dalam konsernya, Slank menyuguhkan... more »