Semangat Hidup dan Berpameran Godek Mintorogo

Author:editortembi / Date:11-04-2014 / Mungkin frasa ini cocok untuk menyimpulkan pameran karya Godek Mintorogo. Menyimak sebagian karyanya, di satu sisi, seperti sedang membaca kisah kehidupan perupa kelahiran 1978 ini. Bukan kisah sebagai sebuah catatan harian, tapi sublimasi dari persepsi Godek atas kehidupan yang dijalaninya sekarang. Kehidupan yang berat tapi dijalani dengan rasa syukur dan optimis.

Pameran tunggal seni rupa, Godek Mintorogo, Yaksa Agus, Pupuk Daru Purnomo, Tembi Rumah Budaya, Man Jadda Wa Jada
Suasana pembukaan pameran. Tampak ‘Menjaga untuk Seimbang’.
Mix media on canvas. 100 x 100 cm. 2013

Menikmati karya-karya Godek Mintorogo tak perlu disertai kerutan dahi. Divisualkan dengan manis, warna-warna lembut, obyek ringan, karyanya enak dipandang sambil minum teh sore hari.

Perupa juga manusia. Mungkin frasa ini cocok untuk menyimpulkan pameran karya Godek Mintorogo di  Tembi Rumah Budaya yang berakhir 5 April lalu. Menyimak sebagian karyanya, di satu sisi, seperti sedang membaca kisah kehidupan perupa kelahiran 1978 ini. Bukan kisah sebagai sebuah catatan harian tapi sublimasi dari persepsi Godek atas kehidupan yang dijalaninya sekarang. Kehidupan yang berat tapi dijalani dengan rasa syukur dan optimis.

Tajuk pamerannya sendiri, ‘Man Jadda Wa Jada’, dimana ada kemauan pasti ada jalan, jelas menyaratkan semangat hidup yang pantang menyerah.

Pameran tunggal seni rupa, Godek Mintorogo, Yaksa Agus, Pupuk Daru Purnomo, Tembi Rumah Budaya, Man Jadda Wa Jada
Pengunjung menikmati panel ‘Cerita Tak Bersambung’, 
30 x 30 cm, acrilic on paper, 2013

Tapi semua disampaikan dengan nada apa adanya, tidak merintih bahkan ada kesan penerimaannya sebagai kasunyatan dan upaya penguatan diri. Pada lukisan ‘2 Beban di Tanganku’--yang menampilkan 2 wajah sebagai simbol istri dan anaknya-- ia menambahkan perangkat canggih baling-baling dan lainnya di tubuhnya untuk survival, ditambah keoptimisan jendela berlangit biru.

Pada lukisan ‘Menjaga untuk Seimbang’, kedua tangan tokoh utamanya (Godek) masing-masing menenteng tokoh yang menjadi tanggungannya. Ia mengayuh sebuah roda, yang mengandalkan keseimbangan, agar dapat terus melaju. Roda bergerigi bunga yang mencerminkan suka cita. Falsafah Jawa ini agaknya menjadi sikap hidup Godek.

Pameran tunggal seni rupa, Godek Mintorogo, Yaksa Agus, Pupuk Daru Purnomo, Tembi Rumah Budaya, Man Jadda Wa Jada
Menyimak ’Belajar Menghafal’. Akrilik di kanvas, 100 x 100 cm. 2013

Sembilan karya panelnya, ‘Cerita Tak Bersambung’, merupakan sebuah tulisan feature dan sebuah gambar yang bisa mewakili kisah hidup dan impian Godek. Tulisan tangannya mengelilingi gambar, berkisah tentang aneka tema, antara lain Mimpi yang Belum Terwujud, Bertahan Melawan Badai, Anak Gembala, Dapur Ngebul, Bertahan untuk Seimbang, Pelan Tapi Pasti. Meski beragam cerita, obyek pada panel ini sama: pohon rindang, rumput hijau menguning, rumah mungil, langit biru, awan putih, beserta tambahan obyek yang sesuai dengan narasinya. Dengan gambar yang terasa romantik, narasi Godek terasa mengalir telanjang.

Kata-kata agaknya medium penting bagi Godek. Di sejumlah lukisannya terdapat balon-balon kata, wujud komunikasi di antara tokoh-tokohnya. Cara bertutur ini banyak dimunculkan pada sisi lain karya-karya dalam pameran ini. Tuturan mengenai sikap dan perilaku orang-orang yang, menurut Godek, kurang pantas. Orang yang sombong, egois, main keroyokan, dan sebagainya.

Balon-balon kata yang lazim ditemui dalam format komik ini selaras dengan tampilan fisik tokoh-tokohnya yang berupa binatang. Di tangan Godek, binatang-binatang ini memiliki figur komikal dan menyenangkan. Ditambah warna-warna pastel, jadilah lukisan yang terkesan santai.

Tajuk pameran, ‘Man Jadda Wa Jada’ seakan sekaligus menjadi saksi, bahwa di mana ada kemauan di situ akan ada jalan. Cita-cita lama Godek untuk berpameran tunggal terwujud. Sebelumnya ia kerap berpameran bersama, antara lain di Yogya, Surabaya, Jakarta hingga Sarajevo, Bosnia dan Vancouver, Kanada.

Pameran tunggal seni rupa, Godek Mintorogo, Yaksa Agus, Pupuk Daru Purnomo, Tembi Rumah Budaya, Man Jadda Wa Jada
Perupa Pupuk Daru Purnomo memberikan sambutan 
|dan membuka pameran. Duduk di belakangnya, 
Godek Mintorogo dan kurator Yaksa Agus

Menurut kurator Yaksa Agus, Godek adalah sedikit dari alumni Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta yang memilih hidupnya sebagai perupa. Godek menuturkan bahwa selepas SMSR ia bekerja sebagai tenaga desain di sebuah perusahaan periklanan. Namun beberapa tahun terakhir ini lelaki kelahiran 1978 ini berani mundur dari pekerjaannya dan menjadi perupa penuh waktu. Dalam kurun ini ia dikenal “entengan”, gampang membantu teman-temannya atau para seniornya menyiapkan pameran. “Toh keringat tidak beli kan?” katanya, seperti dikutip Yaksa Agus.

Kini dalam pameran tunggal pertamanya, kawan-kawannya membantu dan mendukung, baik berupa dana maupun tenaga. Pupuk Daru Purnomo malah bersedia membuka pameran ini. Padahal sebelumnya ia selalu menolak jika diminta membuka pameran. Nasirun datang menjelang pameran, Djoko Pekik datang pada saat pembukaan. Sebagai sebuah event, pameran tunggal seni rupa memang tidak berarti kerja tunggal tapi sebuah hajatan bersama.

Belum tahu kapan Godek akan berpameran tunggal lagi. Yang jelas ia terus melukis dan berkarya, serta tentu saja, tetap ringan tangan membantu perupa lain yang berpameran.

Pameran yuk ..!

Naskah: Barata
Foto: A. Sartono

Bale Rupa Pameran

Latest News

  • 09-05-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Tataran tutur bahasa Jawa saat ini lebih ringkas, hanya dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: bahasa Ngoko-lugu, bahasa Ngoko-halus, bahasa Krama-limrah (... more »
  • 09-05-14

    Pager Piring, Pamera

    Pameran seni rupa tersebut berusaha untuk merespon dan mengaktualisasikan gagasan pager piring yang merupakan buah pemikiran Romo Mangun. Pager... more »
  • 09-05-14

    Bakdi Sumanto Meliha

    Bakdi Sumanto memfokuskan pada karya sastra Romo Mangun dengan “melacak” empat novel yaitu ‘Burung-Burung Manyar’, ‘Romo Rahardi’, ‘Trilogi Roro... more »
  • 08-05-14

    Ngudia Amrih Ditiru

    Pepatah ini ingin menekankan tentang pentingnya berpikir cerdas dan kreatif serta penuh inisiatif positif. Peniru atau pengambil gagasan atau ilmu... more »
  • 08-05-14

    Menyentuh Bunyi Bers

    Evelyn bertumbuh menjadi perkusionis handal. Kemampuannya yang kuat dalam merasakan getaran membuatnya menjadi musisi yang sangat sensitif dengan... more »
  • 07-05-14

    Jalan Mayor Suryotom

    Nama Loji Kecil Wetan diambilkan dari nama kampung Loji Kecil, yang di masa lalu merupakan pemukiman orang-orang Belanda. Lokasi kampung ini berada... more »
  • 07-05-14

    Geger Pecinan di Bat

    Geger Pacinan merupakan salah satu catatan sejarah kelam. Perang yang meletus di Batavia tersebut bermula dari kekhawatiran pemerintah Belanda... more »
  • 06-05-14

    Mengenang 15 Tahun K

    Romo Mangun sudah 15 tahun yang lalu meninggalkan kita, tetapi karya-karyanya masih terus bisa dinikmati dan dikunjungi. Selain menghasilkan banyak... more »
  • 06-05-14

    Pelajar SD BIAS Klat

    Tembi dipilih sebagai sasaran untuk tempat belajar kebudayaan Jawa karena Tembi relatif siap setiap saat untuk penyelenggaraan kegiatan itu.... more »
  • 06-05-14

    Perkampungan Nelayan

    Semak di kanan kiri sungai atau muara tersebut menjadi petunjuk bahwa tanah di sekitar tempat itu masih cukup baik untuk pertumbuhan tanaman.... more »