Kritik Konseptual Lanjar Jiwo

Author:kombi / Date:23-01-2014 / Tag: Bale Rupa Pameran / Pameran

Kritik Konseptual Lanjar Jiwo

Karya-karya Lanjar pada pameran ini sarat dengan kritik sosial. Lanjar memilih persoalan dominasi asing, yang biasa diistilahkan dengan (neo)imperialisme. Isu yang sering dikaitkan dengan peranan sistemik World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan Amerika Serikat.

Lanjar Jiwo, Pameran Diponegoro, Tembi Rumah Budaya
‘Save Nusantara Raya’, 95 x 65 cm, drawing on paper, 2006

Seniman Lanjar Jiwo (37 tahun) tengah memamerkan karya-karyanya di Tembi Rumah Budaya yang berlangsung pada 16 - 29 Januari 2014

Karya-karya Lanjar pada pameran ini sarat dengan kritik sosial. Namun agak berbeda dengan kritik karya seni rupa yang biasanya mengangkat perilaku dan moral buruk elite politik (korupsi, keserakahan, kekerasan, dan lainnya), kemiskinan, atau kerusakan lingkungan. Meski pada akhirnya isu yang diangkat Lanjar terkait dengan persoalan-persoalan ini.

Lanjar memilih persoalan dominasi asing, yang biasa diistilahkan dengan (neo)imperialisme. Isu yang sering dikaitkan dengan peranan sistemik World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan Amerika Serikat. Implisit, jika tidak salah tangkap, Lanjar menempatkan mereka sebagai ancaman, dan menuding mereka sebagai salah satu biangkerok keterpurukan negeri ini. Dia melihat persoalan sosial secara konseptual. Karenanya karya Lanjar ini lebih kental abstraksinya atas realita saat ini.

Lanjar Jiwo, Pameran Diponegoro, Tembi Rumah Budaya
‘Thirld World’, 90 x 73 cm, drawing on paper, 2005

Kritik Lanjar disampaikan dengan dua gaya lugas, yang sebagian besar berupa ‘drawing on paper’. Pertama, gaya pamflet perlawanan. Misalnya ‘Save Nusantara Raya’, gambar yang disertai tulisan verbal, yang memang khas pamflet perlawanan. Lanjar menggambarkan lembaga dunia seperti IMF, World Bank, dan semacamnya sebagai setan bertanduk dengan giginya yang besar dan mata melotot, tetap mengerikan meski mengenakan dasi. Di belakang kepala mereka tertulis ‘setan dunia! – imperialisme!’.

Di sisi lain Lanjar juga menggambarkan kumpulan orang di balik pagar kawat berduri. Ukuran tubuh mereka lebih kecil dibanding para “setan” tersebut. Namun wajah mereka menyenangkan dan menunjukkan wajah optimis di sela-sela tanaman padi. Pernyataan pantang menyerah disampaikan secara verbal: ayo lawan, ini tanah kami, tanah merdeka, menolak penghisapan bumi dan manusia!

Kedua, close up badut-badut “imperialis”, yang tertawa, cengengesan maupun menjulurkan lidah. Mengejek tanpa kekerasan. Ekspresi dan simbol yang memang lebih kena jika melihat karakter neoimperialisme yang lebih “halus” ketimbang imperialisme zaman dulu. Badut-badut domestik pun ditampilkan, yang agaknya merupakan para “komprador”. Boneka yang membisu, terlena tak berdaya, dan bergelimang dolar. Melalui figur-figur badut, secara konseptual Lanjar menunjukkan realita tentang kekalahan bangsa ini.

Lanjar Jiwo, Pameran Diponegoro, Tembi Rumah Budaya
‘Wake Up’, 60 x 75 cm, drawing on paper, 2006

Dalam beberapa karyanya Lanjar menempatkan secara bipolar tidak berimbangnya kekuatan nasional dan kekuatan asing. Dolar AS menjadi ikon karya Lanjar yang muncul dimana-dimana, termasuk supremasi dolar AS yang menghajar rupiah hingga terkulai.

Pameran alumni Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini bertajuk ‘Pameran Diponegoro’. Tajuk ini plesetan dari Pangeran Diponegoro. Agaknya Lanjar merindukan semangat Diponegoro yang berani dan gigih mempertahankan kedaulatan dan kepemilikan atas penjarahan dan penjajahan asing. Perang Diponegoro yang dimulai dari kawasan kecil Tegalrejo lantas meluas dan berkepanjangan serta memperoleh dukungan yang terus membengkak menjadi Perang Jawa yang berlangsung selama lima tahun. Perang berakhir dengan ditangkapnya Diponegoro secara licik oleh Belanda pada perundingan Maret 1830. Pameran ini dibuka oleh keturunan Diponegoro, BSW Adjikoesoemo.

Lanjar dikenal sebagai seniman yang selalu mengangkat permasalahan sosial, sebagaimana para seniornya, Yayak Kencrit, Semsar Siahaan (alm), Mulyono, dan sebagainya. Patut dipuji pilihan posisi Lanjar untuk berkarya di luar mainstream jagad seni rupa saat ini, serta tetap setia dengan apa yang menggumpal pada perasaan dan pikirannya selama ini.

Lanjar Jiwo, Pameran Diponegoro, Tembi Rumah Budaya
‘Sesi Potret Buram’, 35 x 25 cm (3 panel), drawing on paper, 2013

Pameran yuk ..!

Barata
Foto:A. Sartono

Bale Rupa Pameran Source Link: Jakarta

Latest News

  • 09-05-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Tataran tutur bahasa Jawa saat ini lebih ringkas, hanya dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: bahasa Ngoko-lugu, bahasa Ngoko-halus, bahasa Krama-limrah (... more »
  • 09-05-14

    Pager Piring, Pamera

    Pameran seni rupa tersebut berusaha untuk merespon dan mengaktualisasikan gagasan pager piring yang merupakan buah pemikiran Romo Mangun. Pager... more »
  • 09-05-14

    Bakdi Sumanto Meliha

    Bakdi Sumanto memfokuskan pada karya sastra Romo Mangun dengan “melacak” empat novel yaitu ‘Burung-Burung Manyar’, ‘Romo Rahardi’, ‘Trilogi Roro... more »
  • 08-05-14

    Ngudia Amrih Ditiru

    Pepatah ini ingin menekankan tentang pentingnya berpikir cerdas dan kreatif serta penuh inisiatif positif. Peniru atau pengambil gagasan atau ilmu... more »
  • 08-05-14

    Menyentuh Bunyi Bers

    Evelyn bertumbuh menjadi perkusionis handal. Kemampuannya yang kuat dalam merasakan getaran membuatnya menjadi musisi yang sangat sensitif dengan... more »
  • 07-05-14

    Jalan Mayor Suryotom

    Nama Loji Kecil Wetan diambilkan dari nama kampung Loji Kecil, yang di masa lalu merupakan pemukiman orang-orang Belanda. Lokasi kampung ini berada... more »
  • 07-05-14

    Geger Pecinan di Bat

    Geger Pacinan merupakan salah satu catatan sejarah kelam. Perang yang meletus di Batavia tersebut bermula dari kekhawatiran pemerintah Belanda... more »
  • 06-05-14

    Mengenang 15 Tahun K

    Romo Mangun sudah 15 tahun yang lalu meninggalkan kita, tetapi karya-karyanya masih terus bisa dinikmati dan dikunjungi. Selain menghasilkan banyak... more »
  • 06-05-14

    Pelajar SD BIAS Klat

    Tembi dipilih sebagai sasaran untuk tempat belajar kebudayaan Jawa karena Tembi relatif siap setiap saat untuk penyelenggaraan kegiatan itu.... more »
  • 06-05-14

    Perkampungan Nelayan

    Semak di kanan kiri sungai atau muara tersebut menjadi petunjuk bahwa tanah di sekitar tempat itu masih cukup baik untuk pertumbuhan tanaman.... more »