Babak Rampung Pameran Priadi, tapi Babak Pembuka Priadi Kembali

Author:kombi / Date:31-10-2012 / Tag: Bale Rupa Pameran / Bale Rupa

Babak Rampung Pameran Priadi, tapi Babak Pembuka Priadi Kembali

Semula karyanya serba minimalis, yang mencerminkan kehidupannya yang serba minimalis, alias seadanya. Kini karya Priadi lebih “berwarna” yang mencerminkan kegairahannya kembali ke dunia yang lama ia tinggalkan.

Kotemplasi#2, karya pelukis FX Supriadi, pameran di Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Kontemplasi#2, karya awal FX Supriadi

Pameran tunggal pelukis FX Supriadi bertajuk “Priadi, Kembali ke Jalan Hidup” di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta telah usai. Pameran yang berlangsung sejak 13 Oktober 2012 itu menandai kembalinya Supriadi ke dunia seni lukis, setelah sekian dekade ia tinggalkan.

Melalui karya-karya yang dipamerkan, terpampang sebuah perjalanan kreatif Pribadi , begitu sapaan akrab alumni Sekolah Seni Rupa Indonesia itu.

‘Kontemplasi’ menjadi titik awal Priadi menjejak dunia lukis di tahun 1984. Karya bertema ‘Kontemplasi’ yang terkesan minimalis: kertas yang ditimpa dengan guratan tinta. Bukan maksud Pribadi membuat kesan minimalis, dengan hitam putih. Namun, karya tersebut memang mencerminkan kondisi ekonomi Priadi yang serba minimalis kala itu.

Ketika itu, Priadi memanfaatkan apa pun yang ada di dekatnya untuk menerjemahkan apa yang dirasakannya. Bahkan arang pun ia gunakan sebagai material karyanya untuk mengganti tinta, jika keuangannya sedang tidak mendukung.

Kontemplasi#6, karya pelukis FX Supriadi, pameran di Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Kontemplasi#6

Karya-karya ‘Kontemplasi’ tersebut hadir ketika kondisi politik tidak begitu mendukung keberadaan mereka. Namun kondisi tersebut justru direspon dengan baik oleh perupa-perupa besar Indonesia yang tetap bertahan di dunianya. Karya-karya seni visual mereka merekam perjalanan dengan kerja estetik, dan beberapa di antaranya menjadi cukup popular pada kurun waktu pasca-Orde Baru.

Dalam pusaran zaman itulah Priadi mengalami pasang-surut. Ia pun harus menjalani kehidupan “dunia yang lain” setelah berumah tangga. Cukup lama dunia itu ia jalani. Toh, ia terusik untuk kembali menapak jalan yang pernah dia sibak: seni lukis.

Pada 1999, Priadi mencoba menerjemahkan kembali karya ‘Kontemplasi’nya dengan kanvas dan cat warna, tapi kondisi yang berbeda kadang menciptakan sentuhan karya yang berbeda juga. Kontemplasi hitam putih dengan kertas minimalis dianggap sebagai ingatan awal mula bagaimana Priadi berkarya dan masih menggunakan bloking ketika melukis.

Proses kreatif Priadi berlanjut. Pada 2007 Priadi mengekspresikan imajinasinya melalui kanvas, cat minyak, plus menggunakan teknik-teknik temuannya sendiri misalnya, sampuan dengan kuas yang terbuat dari bambu.

Hutan Subur, karya pelukis FX Supriadi, pameran di Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Hutan Subur, ekspresi baru FX Supriadi

Kemudian pada tahun 2011 ia berekspresi dengan karya-karyanya yang baru. Kebaruan-kebaruan karyanya tidak dilihatnya sebagai eksistensi atas karyanya di dunia seni rupa sekarang ini, namun apa pun situasi dan batasannya, baginya sebuah karya seni tetap memiliki proses dalam hidupnya.

Maka, ketika ia harus berpindah dari dunia seni rupa ke dunia kerja dengan menggeluti usaha sablon, hingga kemudian kembali memutuskan untuk berkarya lukis lagi (dengan dukungan teman-teman lamanya), Priadi memahaminya sebagai proses hidupnya yang harus dijalani. Ya, jalan hidup.

Proses terbaru dirinya tercermin dalam karya-karyanya yang lebih “berwarna”, meskipun tetap konsisten dalam gaya abstraknya. Priadi tidak saja kembali membenahi karyanya yang dulu melalui medium penerjemahan yang berbeda, tapi ia juga menciptakan hal yang lama dirindukan dengan media yang lebih inspiratif. Itu terwujud dalam karyanya, antara lain ‘Hutan Subur’ dan ‘Perbukitan’.

Priadi telah kembali. Begitulah babak baru dalam perjalanan hidup Priadi, sebagaimana digambarkan dalam cerpen ‘Petualang’ karya mendian WS Rendra yang dibacakan dramawan Landung Simatupang pada pembukaan pameran.

Ia telah melewati dekade 1980-an, yang bagi para perupa Indonesia merupakan dekade paling sulit dalam kehidupan berkesenian mereka. Banyak dari mereka yang tetap konsisten pada dunia seni rupa dengan segala risikonya. Priadi adalah salah satu di antaranya.

Perbukitan, karya pelukis FX Supriadi, pameran di Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono
Perbukitan

Alia Damaihati
Foto: Sartono

Bale Rupa Pameran Source Link: Jakarta

Latest News

  • 09-05-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Tataran tutur bahasa Jawa saat ini lebih ringkas, hanya dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: bahasa Ngoko-lugu, bahasa Ngoko-halus, bahasa Krama-limrah (... more »
  • 09-05-14

    Pager Piring, Pamera

    Pameran seni rupa tersebut berusaha untuk merespon dan mengaktualisasikan gagasan pager piring yang merupakan buah pemikiran Romo Mangun. Pager... more »
  • 09-05-14

    Bakdi Sumanto Meliha

    Bakdi Sumanto memfokuskan pada karya sastra Romo Mangun dengan “melacak” empat novel yaitu ‘Burung-Burung Manyar’, ‘Romo Rahardi’, ‘Trilogi Roro... more »
  • 08-05-14

    Ngudia Amrih Ditiru

    Pepatah ini ingin menekankan tentang pentingnya berpikir cerdas dan kreatif serta penuh inisiatif positif. Peniru atau pengambil gagasan atau ilmu... more »
  • 08-05-14

    Menyentuh Bunyi Bers

    Evelyn bertumbuh menjadi perkusionis handal. Kemampuannya yang kuat dalam merasakan getaran membuatnya menjadi musisi yang sangat sensitif dengan... more »
  • 07-05-14

    Jalan Mayor Suryotom

    Nama Loji Kecil Wetan diambilkan dari nama kampung Loji Kecil, yang di masa lalu merupakan pemukiman orang-orang Belanda. Lokasi kampung ini berada... more »
  • 07-05-14

    Geger Pecinan di Bat

    Geger Pacinan merupakan salah satu catatan sejarah kelam. Perang yang meletus di Batavia tersebut bermula dari kekhawatiran pemerintah Belanda... more »
  • 06-05-14

    Mengenang 15 Tahun K

    Romo Mangun sudah 15 tahun yang lalu meninggalkan kita, tetapi karya-karyanya masih terus bisa dinikmati dan dikunjungi. Selain menghasilkan banyak... more »
  • 06-05-14

    Pelajar SD BIAS Klat

    Tembi dipilih sebagai sasaran untuk tempat belajar kebudayaan Jawa karena Tembi relatif siap setiap saat untuk penyelenggaraan kegiatan itu.... more »
  • 06-05-14

    Perkampungan Nelayan

    Semak di kanan kiri sungai atau muara tersebut menjadi petunjuk bahwa tanah di sekitar tempat itu masih cukup baik untuk pertumbuhan tanaman.... more »